MENU BLOG

Friday 14 November 2014

Perbedaan Mendidik dengan Mengajar


Dalam pemikiran Hatta, dia membedakan pengertian antara mendidik dan mengajar. Mendidik adalah sebuah hal yang lebih mengarah kepada pembentukan karakter seseorang, sedangkan mengajar adalah pembentukan intelegensia. Hatta membedakan mendidik dengan mengajar. Di dalam pertumbuhan karakter seseorang, yang dibutuhkan adalah keduanya. Drost memaparkan bahwa sebenarnya orangtua adalah elemen utama dalam mendidik. Sekolah memang berperan dalam pendidikan, dan memang sudah seharusnya, namun peran orangtua seringkali diabaikan dalam pendidikan di Indonesia. Sekolah dianggap bertanggunjawab atas segalanya Karena itu sekolah dan orangtua harus bekerja sama dalam proses ini.
Menurut Sudarminta salah satu tantangan pendidikan masa depan adalah bagaimana mengupayakan pendidikan yang memberntuk pribadi yang mampu belajar seumur hidup (life-long learning). Jadi sebenarnya, pendidikan dan pengajaran harus berjalan selaras tanpa perlu adanya dikotomi yang membedakan keduanya secara tajam dalam fungsi sekolah.
Dalam hubungan yang dididik dalam melihat sang pendidik, Freire memberikan dua posisi. Posisi pertama adalah pendidikan yang menghasilkan rasa takut. Pendidikan seperti ini akan menghasilkan pola pendidikan sepihak yang mematikan kreativitas sang murid. Proses pendidikan dikekang sedemikian rupa sehingga yang ada hanyalah rasa takut dan tertindas. Dari rasa takut kemudian akan timbul resistensi dan perlawanan. Perlawanan sendiri bisa berhasil dan bisa tidak. Posisi kedua yang diberikan oleh Freire adalah posisi terpesonanya naradidik terhadap apa yang disajikan oleh pendidik. Pendidikan seperti ini justru menjadi lebih berbahaya karena dengan keterpesonaannya, naradidik tidak akan bisa membedakan mana yang bisa diterima dan mana yang tidak bisa diterima. Pendidik akan memegang kontrol sepenuhnya dari naradidik.
Dalam hubungan pendidik dan naradidik di Indonesia, seringkali terdapat trauma-trauma akibat pola pendidikan seperti di atas. Kekerasan yang digunakan dalam pendidikan, menimbulkan trauma-trauma dan ketakutan-ketakutan pada diri naradidik. Akhirnya naradidik belajar karena ketakutan, dan bukan keinginan yang dipupuk akan sebuah proses pendidikan. Pola pendidikan yang seperti ini harus dirubah agar perubahan sosial boleh dibawa dalam pendidikan, karena pendidikan yang demikian mengungkung naradidik.
Politik Pendidikan dan Perubahan Sosial Terhadap Persepsi Masyarakat Indonesia Terhadap Kekerasan
Kekerasan sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari dari bangsa kita ini. berita-berita mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh individu ataupun komunitas menjadi sasaran empuk para nyamuk pers, sehingga pikiran para pembaca pun menjadi, mau tidak mau, terkontaminasi oleh kekerasan dalam alam bawah sadar mereka.
Sebuah proses pendidikan mengenai bagaimana cara kita mengatasi kekerasan, melalui politik pendidikan yang benar bisa membawa sebuah perubahan sosial ke arah yang lebih baik bagi bangsa kita ini. Kekerasan yang selama ini sudah mendarah daging, mungkin saja akan bisa dirubah oleh sebuah politik pendidikan yang membebaskan. Di sini, pendidikan memiliki peran penting daam membawa sebuah perubahan sosial, terutama ketika kita belajar dari Walter Wink mengenai bagaimana cara-caranya mengatasi kekerasan yang terjadi dalam kehidupan ini.


0 komentar: