1. PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANNYA
A. Pengertian Pendidikan dan Pendidikan Islam
Menurut Herman H. Horne sebagaimana dikutip pendapatnya oleh
Muzayyin Arifin mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses penyesuaian
diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitarnya, dengan manusia dan
dengan tabiat tertinggi dari kosmos.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak.
Sedangkan pendidikan Islam lebih diarahkan kepada keseimbangan dan keserasian hidup manusia. Sebagaimana pendapat al-Syaibany yang menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi atau kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitar melalui proses pendidikan. Perubahan tersebut dilandasi oleh nilai-nilai Islam. Secara konseptual rumusan pengertian dan tujuan pendidikan di atas begitu ideal, dalam tataran praktis dan realitas pendidikan Islam masih banyak dihadapkan pada problematika serius yang memerlukan pemecahan untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak.
Sedangkan pendidikan Islam lebih diarahkan kepada keseimbangan dan keserasian hidup manusia. Sebagaimana pendapat al-Syaibany yang menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi atau kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitar melalui proses pendidikan. Perubahan tersebut dilandasi oleh nilai-nilai Islam. Secara konseptual rumusan pengertian dan tujuan pendidikan di atas begitu ideal, dalam tataran praktis dan realitas pendidikan Islam masih banyak dihadapkan pada problematika serius yang memerlukan pemecahan untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut.
B. Tantangan dan Problematika Pendidikan Islam
1. Sistem Pendekatan dan Orientasi
Di tengah gelombang krisis nilai-nilai
kultural berkat pengaruh ilmu dan teknologi yang berdampak pada perubahan
sosial, pendekatan pendidikan Islam yang memandang bahwa kebenaran Islam yang
mutlak pasti mampu mengalahkan kebatilan yang merajalela di luar kehidupan
Islam dengan dasar dalil: (jika telah datang perkara yang hak, maka hancurlah
perkara yang batil) perlu dilakukan modifikasi/perubahan menjadi pendekatan
yang berdasarkan atas pandangan yang realistis bahwa Islam sebagai suatu
kebenaran baru mampu berkembang dengan sepenuhnya dalam masyarakat bila para
pendukungnya berusaha keras dan tepat sasaran melalui sistem dan metode yang
efektif dan efisien.
Pendidikan Islam masa kini dihadapkan kepada
tantangan yang semakin berat. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan
idealitas umat manusia yang serba multi-interest yang berdimensi nilai ganda
dengan tuntutan hidup yang multi kompleks pula. kejiwaannya, maka semakin tidak
mudah jiwa manusia itu diberi nafas agama. Secara riil pendidikan Islam masih
menemukan kesulitan memenuhi tuntutan seperti itu. Orientasi pendidikan Islam
seringkali masih kepada kehidupan ukhrawi. Ini mestinya dirubah menjadi
duniawi-ukhrawi secara bersamaan. Orientasi ini menghendaki suatu rumusan
tujuan pendidikan yang jelas karena itu program pembelajarannya harus
diproyeksikan ke masa depan dari pada masa kini atau masa lampau. Meskipun masa
lampau dan kini tetap dijadikan khasanah kekayaan empiris yang amat berharga
bagi batu loncatan ke masa depan, sehingga nostalgia ke masa keemasan dunia
Islam masa lampau (abad 7 s.d 14) tidak perlu lagi mengobsesi pemikiran kita.
Lebih-lebih dalam menghadapi pergeseran nilai-nilai kultural yang transisional
dari dunia kehidupan yang belum menemukan pemukiman yang mapan, maka pendidikan
Islam dituntut untuk menerapkan pendekatan dan orientasi baru yang relevan
dengan tuntutan zaman.
2. Pelembagaan proses kependidikan Islam.
Pendidikan Islam yang berlangsung melalui
proses operasional menuju tujuannya memerlukan model dan sistem yang konsisten
yang dapat mendukung nilai-nilai moral-spiritual yang melandasinya. Nilai-nilai
tersebut diaktualisasikan berdasarkan orientasi kebutuhan perkembangan fitrah
murid (learner’s potential orientation) yang dipadu dengan pengaruh lingkungan
kultural yang ada. Oleh karena itu, manajemen kelembagaan pendidikan Islam
memandang bahwa seluruh proses kependidikan Islam dalam institusi adalah
sebagai suatu sistem yang berorientasi kepada perbuatan yang nyata
(action-oriented system) berdasarkan atas pendekatan sistemik.
Dalam operasionalisasinya selalu mengacu dan
tanggap kepada kebutuhan perkembangan masyarakat tanpa bersikap demikian,
lembaga pendidikan Islam dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kultural.
Kesenjangan inilah yang menjadi salah satu sumber konflik antara pendidikan dan
masyarakat. Dari sanalah timbul krisis pendidikan yang intensitasnya
berbeda-beda menurut tingkat atau taraf rising demand masyarakat.
Di samping itu pergeseran idealitas masyarakat yang menuju ke arah pola pikir rasional-teknologis yang cenderung melepaskan diri dari tradisionalisme kultural-edukatif makin membengkak.
Di samping itu pergeseran idealitas masyarakat yang menuju ke arah pola pikir rasional-teknologis yang cenderung melepaskan diri dari tradisionalisme kultural-edukatif makin membengkak.
Inilah sebagai pencerminan kemelut yang
terjadi di dalam masyarakat. Namun demikian permasalahannya lembaga pendidikan
Islam pada khususnya harus bangkit kesadarannya bahwa lembaga pendidikan Islam
kita yang masih bersikap konservatif dan statis dalam menyerap tendensi dan
aspirasi masyarakat transisional seperti masa kini, perlu memacu diri untuk melakukan
inovasi dalam wawasan, strategi dan program-programnya sedemikian rupa sehingga
mampu menjawab secara aktual dan fungsional terhadap tantangan baru. Apalagi
bila diingat bahwa misi pendidikan Islam lebih berorientasi kepada nilai-nilai
luhur dari Tuhan yang harus diinternalisasikan ke dalam lubuk hati tiap pribadi
manusia melalui bidang-bidang kehidupan manusia, maka pendekatan sistemik yang
bersifat missionair di mana faktor humanisasi menjadi sentral strategi, perlu
lebih diprioritaskan dalam perencanaan.
3. Pengaruh sains dan teknologi canggih
Sebagaimana telah kita sadari bersama bahwa
dampak positif dari kemajuan teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif
(memudahkan) kehidupan manusia yang hidup sehari-hari sibuk dengan berbagai
problema yang semakin mengemelut. Teknologi menawarkan berbagai macam
kesantaian dan kesenangan yang semakin beragam, memasuki ruang-ruang dan
celah-celah kehidupan kita sampai yang remang-remang dan bahkan yang gelap.
Dampak-dampak negatif dari teknologi modern telah mulai menampakkan diri di
depan mata kita, yang pada prinsipnya berkekuatan melemahkan daya
mental-spiritual atau jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk
penampilan dan gaya-gayanya. Tidak hanya nafsu mutmainnah yang dapat diperlemah
oleh rangsangan negatif dari teknologi elektronis dan informatika melainkan
juga fungsi-fungsi kejiwaan lainnya seperti kecerdasan fikiran, ingatan,
kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat
teknologis-elektronis dan informatika seperti komputer, fotokopi jarak jauh
(faximile), video cassett recorder (VCR) dan komoditi celluloid (film, video,
disc), dan sebagainya. Dalam waktu dekat, anak didik kita tidak perlu lagi
belajar bahasa asing atau ketrampilan tangan dan berfikir ilmiah taraf tinggi
karena alat-alat teknologis telah mampu menggantikannya dengan komputer
penerjemah semua bahasa asing, robot-robot telah siap mengerjakan tugas-tugas
yang harus dikerjakan dengan tangan dan mesin otak (komputer generasi baru)
yang mampu berfikir lebih cepat dari otak manusia sendiri, lalu bagaimana
tentang proses menginternalisasikan dan menstransformasikan nilai-nilai iman
dan takwa ke dalam lubuk hati manusia. Sampai saat ini kita belum mendengar
adanya teknologi transformasi nilai-nilai spiritual itu. Bukan tidak mungkin
selepas abad 20 nanti mesin itu akan diciptakan manusia.
2. KEHIDUPAN MASYARAKAT MODERN
A. Pengertian Kehidupan Modern dan
Modernitas
Secara etimologis kata modern diartikan of the
present or recent times, new; up to date, artinya modern berarti sekarang, saat
ini atau baru. Makna umum dari perkataan modern adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan kehidupan masa kini. Lawan dari modern adalah kuno, yaitu
segala sesuatu yang bersangkutan dengan masa lampau. Atas dasar inilah manusia
dikatakan modern sejauh kekinian menjadi pola kesadarannya.
Pengertian modernitas berasal dari perkataan "modern” yaitu pandangan dan sikap hidup yang dianut untuk menghadapi masa kini. Kalau kita berbicara tentang masa kini, maka yang dimaksudkan adalah waktu sekarang dan masa depan.
Pengertian modernitas berasal dari perkataan "modern” yaitu pandangan dan sikap hidup yang dianut untuk menghadapi masa kini. Kalau kita berbicara tentang masa kini, maka yang dimaksudkan adalah waktu sekarang dan masa depan.
Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung
arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham,
adat-istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, agar semua itu menjadi
sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Lahirnya modernisasi atau pembaharuan di
suatu tempat akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang saat itu. Modernisasi atau pembaharuan bisa diartikan
apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh penerima
pembaharuan, meskipun bukan hal baru bagi orang lain. Pembaharuan ini biasanya
dipergunakan sebagai proses untuk memperbaiki keadaan yang ada sebelumnya ke
cara atau situasi dan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.
Menurut Nurcholis Madjid, modernisasi
diartikan sebagai rasionalisasi bukan westernisasi yaitu proses perombakan pola
berfikir dan tata kerja lama yang tidak rasional dan menggantinya dengan pola
berfikir dan tata kerja baru yang rasional. Jadi modernitas adalah
rasionalitas.
B. Kecenderungan dan Ciri Dunia Modern
1. Kecenderungan Dunia Modern
Ada beberapa pandangan mengenai corak
kehidupan di masa modern sekarang ini. Pertama, menurut Daniel Bell, kehidupan
di masa sekarang dan mendatang akan ditandai oleh dua kecenderungan yang saling
bertentangan, yaitu kecenderungan untuk berintegrasi dalam kehidupan ekonomi,
dan kecenderungan untuk berpecah belah (fragmentasi) dalam kehidupan politik.
Dua kecenderungan ini sudah menjadi kenyataan di berbagai kawasan dunia ini.
Integrasi ekonomi telah terjadi di Eropa dalam
bentuk European Union (EU), di Amerika Utara dalam bentuk NAFTA (North American
Free Trade Area), di Asia dan Pasifik dalam bentuk APEC (Asia Pacific Economic
Cooperation), dan Asia Tenggara dalam bentuk AFTA (Asean Free Trade Area).
Dalam pada itu fragmentasi politik terjadi di mana-mana: di bekas negara
Yugoslavia, di bekas wilayah Uni Soviet, di berbagai negara di Afrika. Fragmentasi
di berbagai kawasan ini terjadi karena berbagai alasan. Kekuatan yang paling
potensial untuk menimbulkan fragmentasi ini ialah etnisitas dan agama.
Corak kedua, ialah bahwa globalisasi akan
mewarnai seluruh kehidupan di masa mendatang. Salah satu arti “globalisasi”
ialah bahwa masalah-masalah tertentu seperti masalah pertumbuhan penduduk,
masalah lingkungan, masalah kelaparan, masalah narkotika, masalah HAM-untuk
menyebut beberapa contoh-dipandang sebagai persoalan-persoalan yang bersifat
global dan menyangkut nasib seluruh umat manusia. Di dalam zaman globalisasi
ini, tidak ada satu negara pun yang dapat bersembunyi dari sorotan dunia dan
menutup diri terhadap kekuatan-kekuatan global yang terdapat di seluruh dunia.
Globalisasi adalah suatu proses yang berlangsung panjang dan bergerak maju secara dramatis dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dimungkinkan oleh perkembangan yang pesat dalam teknologi, terutama teknologi komunikasi dan bertambahnya arus modal secara bebas. Globalisasi akan menjadikan berbagai bidang sebagai komoditas dan komersil, termasuk pendidikan. Globalisasi juga akan menciptakan kompetisi terbuka di segala bidang. Persoalannya adalah bagaimana meningkatkan daya saing kita agar tetap kompetitif.
Corak ketiga yang banyak pula dikemukakan
orang ialah bahwa kemajuan sains dan teknologi yang terus melaju dengan
cepatnya ini akan merubah secara radikal situasi dalam pasar tenaga kerja.
Kemajuan teknologi menyebabkan pekerjaan-pekerjaan tertentu tidak diperlukan
lagi, dan timbullah pekerjaan-pekerjaan baru yang menuntut kecakapan baru.
Muncullah tuntutan untuk mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru. Akibat
dari situasi semacam inilah maka “pendidikan ulang” (reeducation) atau “pelatihan
ulang” (retraining) menjadi suatu keharusan untuk mempertahankan produktifitas
dan untuk mengurangi pengangguran.
Kecenderungan keempat yang banyak disebut-sebut oleh para ahli ialah bahwa proses industrialisasi dalam ekonomi dunia menuju pada penggunaan teknologi tingkat tinggi. Alat-alat produksi dengan teknologi rendah akan “dieksport” dari negara-negara maju ke negara-negara yang ekonominya masih terbelakang. Negara-negara maju akan memusatkan kegiatan ekonomi mereka pada usaha-usaha yang menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi.
Kecenderungan keempat yang banyak disebut-sebut oleh para ahli ialah bahwa proses industrialisasi dalam ekonomi dunia menuju pada penggunaan teknologi tingkat tinggi. Alat-alat produksi dengan teknologi rendah akan “dieksport” dari negara-negara maju ke negara-negara yang ekonominya masih terbelakang. Negara-negara maju akan memusatkan kegiatan ekonomi mereka pada usaha-usaha yang menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi.
2. Ciri-ciri Masyarakat Modern
Menurut Ginanjar Kartasasmita, masyarakat
modern selain memiliki ciri utama derajat rasionalitas yang tinggi, juga
memiliki ciri-ciri lain yang berlaku umum yaitu :
a. Tindakan-tindakan
sosial
Dalam
masyarakat tradisional, tindakan-tindakan sosial (social action) lebih
bersandar pada kebiasaan atau tradisi. Dalam masyarakat modern,
tindakan-tindakan sosial akan lebih banyak bersifat pilihan. Oleh karena itu,
salah satu ciri yang terpenting dari masyarakat modern adalah kemampuan dan hak
masyarakat untuk mengembangkan pilihan-pilihan dan mengambil tindakan
berdasarkan pilihannya sendiri.
b. Orientasi terhadap perubahan
Dalam masyarakat pramodern, perubahan berjalan
lambat. Dalam masyarakat praagraris perubahan bahkan hampir tidak terjadi
selama ribuan tahun. Makin maju masyarakat makin cepat perubahannya. Masyarakat
modern adalah masyarakat yang senantiasa berubah cepat, bahkan perubahan itu
melembaga. Seperti sering dikatakan “orang modern”: satu-satunya yang tidak
berubah adalah perubahan itu sendiri. Perubahan ini merupakan ciri tetapi
sekaligus masalah yang senantiasa dihadapi masyarakat modern, karena
frekuensinya yang makin cepat, sehingga acapkali tidak bisa diikuti oleh
seluruh lapisan masyarakat.
3. PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENYIKAPI
KEHIDUPAN DUNIA MODERN
A. Sikap kita terhadap modernitas
Modernitas
sering dicurigai dan bahkan dimusuhi oleh kaum agamawan tradisional. Modernitas
tidaklah identik dengan paham materialisme. Modernitas adalah kemajuan jaman
sebagai berkah dari ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan materialisme
adalah paham yang menganggap bahwa hanya materi yang eksis dan yang non-materi
hanyalah ilusi para penganut agama (believers). Modernitas, meski dapat menumbuhkan
paham materialisme, tidaklah bertentangan dengan paham keagamaan. Islam pada
fitrahnya adalah agama yang universal sehingga dianggap mampu untuk mengikuti
perkembangan jaman semodern apapun. Islam tidak menganggap haram materi ataupun
kekayaan meskipun menolak paham materialisme yang beranggapan bahwa materilah
yang paling penting dan menolak segala hal yang berbau spiritual, termasuk
keberadaan Tuhan. Sebaliknya, Islam menyodorkan keseimbangan dalam memandang
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat dan Tuhanlah asal segala sesuatu.
Dengan
demikian mesti dipahami bahwa modernitas sebagai konsekuensi dari kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah ‘musuh’ dari paham
ketuhanan ataupun agama yang perlu kita tentang atau jauhi. Perlu diakui bahwa
beberapa aspek kehidupan gemerlap dari Barat, tidaklah semuanya buruk dan
‘sesat'. Tidak ada yang salah jika generasi muda menggunakan celana jeans,
makan ‘fast food’ (lepas dari masalah kesehatannya), dan mendengarkan musik pop
sepanjang mereka tetap berpegang teguh pada dasar-dasar keimanan tentang Allah
dan perintah-perintahNya. Jika seorang remaja memiliki kesadaran dan pemahaman
tentang aturan-aturan agama yang dianutnya maka ia akan lebih percaya diri dan
mampu menghadapi kehidupan modern tanpa harus tercebur dan terseret oleh
eksesnya yang berwujud paham materialisme. Seorang remaja yang agamis perlu
memahami dan terbuka terhadap kesempatan dan tawaran dari dunia modern tapi
tetap sadar akan pentingnya memegang integritas dan standar moral dari
keyakinan agama yang dimilikinya.
Problema
yang dihadapi manusia modern, menghendaki visi dan orientasi pendidikan yang
tidak semata-mata menekankan pada pengisian otak tetapi juga pengisian jiwa,
pembinaan akhlak dan kepatuhan dalam menjalankan ibadah. Yaitu suatu upaya yang
mengintegrasikan berbagai pengetahuan yang terkotak-kotak kedalam ikatan
tauhid, yaitu suatu keyakinan bahwa ilmu-ilmu yang dihasilkan lewat penalaran
manusia itu harus dilihat sebagai bukti kasih sayang Tuhan kepada manusia, dan harus
diabdikan untuk beribadah kepada Tuhan melalui karya manusia yang ikhlas.
B. Strategi Pembelajaran
ecara moral berbagai persoalan yang timbul
sebagai akibat dari kemajuan, merupakan tanggung jawab kalangan dunia
pendidikan, untuk mencari akar pemecahannya melalui strategi pembelajaran yang
efektif dan efisien. Secara sosiologis ada beberapa strategi pembelajaran yang
diperkirakan dapat mengatasi permasalahan tersebut di atas di antaranya
kalangan dunia pendidikan perlu merumuskan visinya yang jelas terhadap
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Dunia pendidikan seharusnya melihat
strategi belajar mengajar sebagai upaya yang bertujuan membantu para lulusan
agar dapat melakukan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dalam rangka
ibadah kepada Allah.
Jika visi tentang lulusan lembaga pendidikan
tersebut disepakati, maka konsekuensinya perlu dirumuskan kembali mengenai
konsep kurikulum yang lebih berorientasi pada konstruksi sosial, yaitu
kurikulum yang dirancang dalam rangka melakukan perubahan sosial. Kurikulum
semacam ini sifatnya dinamis, karena apa yang dirancang akan disesuaikan dengan
tuntutan perubahan sosial. Tahap selanjutnya adalah mengembangkan paradigma
pembelajaran student centered, sehingga siswa terlatih untuk bersikap kreatif,
mandiri dan produktif. Sikap yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi masyarakat
yang maju. Kondisi semacam ini akan menciptakan masyarakat belajar (learning
society).
C. Keterpaduan antara ilmu agama dan umum.
Keterpaduan antara berbagai disiplin ilmu umum
dan keterpaduan antara disiplin ilmu umum dan ilmu agama perlu dilakukan, tanpa
mengorbankan spesialisasi yang menjadi ciri masyarakat modern. Dalam hal ini
spesialisasi harus dilakukan dalam hubungannya dengan pembidangan yang secara
teknis memang harus dilakukan mengingat tidak mungkin di masa sekarang ini
setiap orang dapat menguasai keahlian dalam berbagai bidang disiplin ilmu.
Namun spesialisasi itu harus ditempatkan dalam kerangka saling berhubungan
antara satu ilmu dengan ilmu lainnya. Pemikiran keterpaduan antara ilmu umum
dan ilmu agama ini pada tahap selanjutnya membawa kepada timbulnya konsep
islamisasi ilmu pengetahuan yang menjadi bahan diskusi yang sampai saat ini
belum selesai.
D. Penerapan Akhlak tasawuf
Kehidupan modern yang materialistik dan hedonistik
dengan segala akibatnya yang saat ini mulai melanda kalangan dunia pendidikan
perlu diimbangi dengan penerapan akhlak tasawuf. Adanya pemalsuan ijazah oleh
oknum kepala sekolah, diterimanya siswa yang NEMnya rendah dengan sarat ada
uang pelicin, pemberian beban biasa kepada siswa yang tidak dibarengi dengan
oeningkatan mutu pendidikan dan sebagainya adalah merupakan akibat arus
globalisasi yang telah melanda dunia pendidikan. Jika dunia pendidikan saja
sudah demikian keadaannya, maka lembaga mana lagi yang dapat dijadikan tempat
menaruh harapan masa depan bangsa.
Keadaan dunia pendidikan seperti demikian itu,
diperparah dengan beredarnya obat-obat terlarang di sekolah-sekolah. Berbagai
tindakan yang paling aman dan gangpang bagi sekolah adalah mengeluarakan siswa
yang jelas-jelas terlibat dalam penyalahgunaan obat-obat terlarang itu. Perlu
dipikirkan cara lain agar tidak mengorbankan pihak manapun.
Alternatif lain yang perlu dikembangkan dalam
mengatasi masalah tersebut di atas adalah dengan mengamalkan ajaran akhlak
tasawuf. Ajaran akhlak tasawuf perlu disuntikkan ke seluruh bidang studi yang
diajarkan sekolah. Menurut Jalaludin Rakhmat, sekarang ini di seluruh dunia
timbul kesadaran betapa pentingnya memperhatikan etika dalam pengembangan
sains. Di beberapa negara maju telah didirikan “lembaga pengawal moral” untuk
sains. Yang paling terkenal adalah the institute of society, ethic and life.
Kini telah disadari bahwa sulit bagi ilmuwan eksperimental mengetahui apa yang
tidak boleh diketahui. Ternyata sains tidak boleh dibiarkan lepas dari etika
kalau tidak ingin senjata makan tuan.
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat
ditarik kesimpulan, bahwa kehidupan dunia modern yang membawa pada era
globalisasi, ternyata telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
dunia pendidikan. Berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, mulai dari
materi, guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan dan pola hubungan antara
guru dan murid perlu ditata ulang untuk disesuaikan dengan tuntutan zaman. Hal
ini perlu dilakukan, jika dunia pendidikan ingin tetap bertahan secara
fungsional dalam memandu perjalanan umat manusia. Dunia pendidikan di masa
sekarang benar-benar dihadapkan pada tantangan yang berat yang penanganannya
memerlukan keterlibatan berbagai pihak yang terkait.
Demikian makalah ini kami susun dengan segala
keterbatasan yang ada. Untuk itu saran, masukan dan kritik yang membangun kami
nantikan demi perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Syaibany, Omar Moh. Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
Arifin, H.M., Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),
(Jakarta: Bumi Aksara, 2000).
______________, Pendidikan Antisipatoris, (Yogyakarta: Kanisius, 2001).
______________, Pendidikan Antisipatoris, (Yogyakarta: Kanisius, 2001).
Faisal, Jusuf Amir,
Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
Harminto , HM., , Napza Pembunuh Berdarah dingin, dalamhttp://www.suaramerdeka.com/harian/0506/25/x_nas.html
Harminto , HM., , Napza Pembunuh Berdarah dingin, dalamhttp://www.suaramerdeka.com/harian/0506/25/x_nas.html
Hidayat, Komarudin, Upaya pembebasan Manusia Tinjauan Sufistik
terhadap Manusia Modern Menurut Nasr, dalam Dawam Rahardjo, (ed), Insan Kamil
Konsepsi Manusia menurut Islam, (Jakarta: Grafiti Press, 1987).
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka
al-Husna, 1987)
Madjid, Nurcholis, Islam Agama Peradaban, (Jakarta:Paramadina, 1995)
________________, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1997).
Nasution, Harun, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1997).
Madjid, Nurcholis, Islam Agama Peradaban, (Jakarta:Paramadina, 1995)
________________, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1997).
Nasution, Harun, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1997).
Nasution, S., Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991)
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2003).
Noer, Deliar, Pembangunan di Indonesia (Jakarta: Mutiara, 1987), hal. 24.
Sayidiman Suryohadiprojo, Makna Modernitas dan Tantangannya terhadap Iman, dalam http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=198
Shihab, Quraysh, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996)
Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berspektif Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008).
Surya, H. Mohamad, Bunga Rampai Guru dan Pendidikan, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004).
Wijaya, Cece, et.al., Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1992).
Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berspektif Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008).
Surya, H. Mohamad, Bunga Rampai Guru dan Pendidikan, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004).
Wijaya, Cece, et.al., Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1992).
0 komentar:
Post a Comment