Imam Suyuthi
mengatakan, bahwa sampai disinilah akhir tafsir al-Quran al-Karim yang aku
rampungkan dan yang ditaklif oleh Syekh al-Imam al-Muhaqqiq Jalaluddin
al-Mahally asy-Syafi'i, ketika menulisnya aku sungguh telah mencurahkan segala
kemampuan dan pikiran di dalam menggali mutiara-mutiara yang aku pandang Insya
Allah bermanfaat.
Aku menulis kitab
tafsir ini lama waktunya sama dengan masa Nabi Musa berada di gunung Thur, yaitu
empat puluh hari. Aku berharap semoga kitab tafsir ini menjadi perantara bagiku
untuk memperoleh keberuntungan yaitu surga yang penuh dengan
kenikmatan.
Pada kenyataannya
kitab tafsir ini mengambil faedah dari kitab yang pertama, terutama sekali
merujuk kepada masalah ayat-ayat mutasyabih. Semoga Allah mencurahkanRahmat-Nya
kepada seseorang yang memperhatikan kandungan kitab tafsir ini dengan penuh
perhatian kemudian mau menunjukkan kepadaku kekeliruan yang terdapat didalamnya.
Tiada lain yang dapat kukatakan hanyalah, aku memuji kepada Allah Rabbku, yang
telah memberikan petunjuk kepadaku sehingga aku dapat melaksanakan tujuanku ini,
padahal aku adalah orang yang tidak mampu lagi lemah. Barangsiapa yang memandang
adanya kekeliruan didalamnya, hal itu kukembalikan kepada-Nya, dan barangsiapa
yang menerima dariku walau hanya satu huruf, maka kukembalikan juga kepada-Nya.
Padahal sebelum itu, tidak pernah terbetik di dalam kalbuku untuk menerjuni
pekerjaan menulis kitab tafsir ini, karena aku menyadari akan kelemahanku untuk
menyelami bidang ini. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan manfaat
yang besar, dan dapat menjadikan pembuka hati yang tertutup, mata yang buta dan
telingan yang pekak. Tetapi sekalipun demikian secara tidak disengaja
seolah-olah diriku ini bagaikan seseorang menjadi terbiasa di dalam menulis
kitab-kitab yang panjang dan besar.
Pada mulanya kami
tidak berminat menulis tafsir ini, akan tetapi, demi memelihara diri daripada
apa yang telah disebutkan firman-Nya, "Dan barangsiapa yang buta hatinya di
dunia ini, niscaya di akhirat nanti ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari
jalan yang benar" (Qs. Al-Israa/17:72)
Maka kami tulis
tafsir ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menunjukkan kita jalan yang benar,
dan semoga pula Dia menganugerahkan kepada kita taufiki serta kemampuan untuk
menelaah kalimat-kalimat-Nya secara terinci, dan semoga menganugerahkan pula
kepada kita kemampuan untuk menelitinya. Semoga Dia menjadikan kita termasuk
orang-orang yang mendapatkan berkat Al-Quran, sebagaimana yang disebutkan oleh
firman-Nya:
Bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para
Shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya. (Qs. An-Nisaa/4:69)
Penulisan kitab
ini rampung pada hari Ahad, tanggal 10 Syawwal 870 Hijriyah. Permulaan
penulisannya pada hari Rabu, awal Ramadlan dalam tahun yang sama, kemudian
konsep jadi selesai dirampungkan pada hari Rabu, 6 Shafar 871 Hijriyah. Hanya
Allah pulalah yang lebih mengetahui.
Syekh Syamsuddin
Muhammad Ibn Abu Bakar Al-Khathib ath-Thukhiy menceritakan, bahwa sahabatku
bernama Syekh al-'Allamah Kamaluddin al-Mahalliy, saudara lelaki dari Syekh kami
yaitu Syekh Jalaluddin al-Mahalliy Rahimahullah menceritakan, bahwa ia telah
bermimpi bertemu dengan saudaranya yaitu Syekh Jalaluddin al-Mahalliy. Sedangkan
dihadapannya terdapat sahabat kami yaitu al-'Allamah al-Muhaqqiq Jalaluddin
asy-Syuyuthi penulis yang melanjutkan tafsir ini. Kemudian ia melihat Syekh
al-Mahalliy mengambil lanjutan tafsir ini, lalu membuka lembaran demi lembaran,
seraya berkata kepada penulis: "Manakah yang lebih baik, apakah hasil tulisanku
ataukah hasil tulisanmu?" Tetapi Imam asy-Syuyuthi menjawab: "Coba perhatikan",
selanjutnya Imam asy-Syuyuthi menjabarkan beberapa topik yang terdapat di dalam
tafsir tulisannya. Dia lakukan hal itu seolah-olah mengisyaratkan beberapa
kritik secara halus. Penulis yang melanjutkan kitab tafsir ini, yaitu Imam
asy-Syuyuthi, setiap mendapat kritik selalu menjawabnya. Sedangkan Syekh
al-Mahalliy hanya tersenyum.
Syaikhuna Imam
Jalaluddin Abdur Rahman ibnu Abu Bakar asy-Syuyuthi penulis yang melanjutkan
kitab tafsir ini mengatakan, menurut keyakinan yang pasti, tulisan yang
disuguhkan oleh Syekh Jalaluddin al-Mahalliy, Rahimahullah, dalam
potongan-potongannya, jauh lebih baik daripada tulisanku beberapa tingkatan. Hal
itu jelas karena sebagian besar dari yang aku suguhkan mengikuti cara
suguhannya.
Adapun mengenai
kisah yang telah disebutkan diatas, sebagaimana yang dilihat dalam mimpi,
kemungkinan Syekh asy-Syuyuthi bermaksud mengisyaratakan kepada beberapa topik
yang berlainan dengannya. Hal ini sengaja dilakukan karena mengingat adanya
beberapa faedah yang terkandung didalamnya. Akan tetapi hal ini sedikit sekali,
dan aku kira jumlahnya tidak sampai sepuluh topik pembahasan. Antara lain ialah,
bahwa Syekh asy-Syuyuthi mengatakan sehubungan penafsiran terhadap surat Shaad:
"Roh adalah tubuh yang halus sekali, karenanya manusia dapat hidup disebabkan
Roh memasuki tubuhnya". Pada awal mula aku ikuti cara beliau, untuk itu aku pun
mengikuti cara definisi itu dalam surat al-Hijr, kemudian aku berhenti, tidak
mengikuti caranya lagi karena ada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
mengatakan :
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan
Rabbku...." (Qs. Al-Israa/17:85)
Ayat di atas
menunjukkan bahwa roh adalah termasuk ilmu Allah, kita tidak mengetahuinya.
Menahan diri untuk tidak mendefinisikannya adalah hal yang lebih utama. Oleh
karena itu Syekh Tajuddin as-Subukiy didalam Jam'ul Jawami mengatakan, masalah
roh tidak pernah dibicarakan oleh Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam maka
kami menahan diri.
Antara lain Syekh
asy-Syuyuthi mengatakan didalam surat al-Hajj, bahwa Shabiin adalah salah satu
sekte Yahudi. Aku menyebutkan hal itu sama dengan di dalam surat al-Baqarah,
kemudian aku tambahkan, atau segolongan dari orang-orang Nashrani, sebagai
penjelasan pendapat yang lain. sesungguhnya hal itu dikenal di kalangan
sahabat-sahabat kami dari kalangan para ahli fiqih. Dalam kitab al-Minhaj
disebutkan, dan begitu pun orang-orang Shabiin, berbeda pula dengan orang-orang
Yahudi dalam hal pokok agama mereka. Didalam syarah kitab al-Minhaj fisebutkan
bahwa Imam Syafi'iy menashkan, bahwa Shabiin itu adalah satu sekte dari
orang-orang Nashrani. Hanya saja aku tidak mencatat tentang pendapat yang
ketiga; dan Syekh asy-Syuyuthi seolah-olah mengisyaratkan kepada hal-hal seperti
itu. Akhirnya hanya kepada Allah yang lebih mengetahui kebenaran, dan
kepada-Nya-lah dikembalikan segalanya.
0 komentar:
Post a Comment