Kitab ini
merupakan kitab yang membawa berkah dan manfaat, walaupun ukurannya yang kecil,
namun di dalamnya terkandung ilmu yang terdapat pada kitab-kitab yang berukuran
besar. Para ulama zaman dahulu sampai sekarang menerimanya dan mengambil manfaat
darinya. Bahkan tidak ada suatu majelisnya seorang ulama, melainkan kitab
Bulughul Marom dijadikan sebagai pelajaran pokoknya. Para penuntut ilmupun
menghafalkannya dan mengambil manfaat darinya.
A. Pendahuluan
Al-Qur'an laksana intan permata yang
setiap ujungnya memancarkan cahaya berkilauan. Ilustrasi ini memberikan
pengertian bahwa al-Qur'an merupakan mata air yang telah mengilhami munculnya
berjilid-jilid kitab tafsir. Mereka, para mufasir yang menulis kitab tafsir itu,
menggunakan beragam metode dalam menafsirkan al-Qur'an
Salah satu kitab tafsir yang sangat familier di Indonesia, terutama di kalangan pondok pesantren, adalah kitab tafsir Jalalain. Kitab ini sangat mudah dijumpai karena sampai sekarang pengkajian kitab ini masih dapat kita temukan di berbagai pondok di Indonesia. Dalam makalah ini akan dikaji tentang seluk beluk yang berkaitan dengan tafsir Jalalain.
Salah satu kitab tafsir yang sangat familier di Indonesia, terutama di kalangan pondok pesantren, adalah kitab tafsir Jalalain. Kitab ini sangat mudah dijumpai karena sampai sekarang pengkajian kitab ini masih dapat kita temukan di berbagai pondok di Indonesia. Dalam makalah ini akan dikaji tentang seluk beluk yang berkaitan dengan tafsir Jalalain.
B. Pembahasan
1. Biografi Pengarang
Kitab ini dikarang oleh dua orang Imam
yang agung, yakni Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi. Jalaluddin
al-Mahalli bernama lengkap Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad
al-Imam al-Allamah Jalaluddin al-Mahalli. Lahir pada tahun 791 H/1389 M di
Kairo, Mesir. Ia lebih dikenal dengan sebutan al-Mahalli yang dinisbahkan pada
kampung kelahirannya. Lokasinya terletak di sebelah barat Kairo, tak jauh dari
sungai Nil.
Sejak kecil tanda-tanda kecerdasan sudah
mencorong pada diri Mahalli. Ia ulet menyadap aneka ilmu, misalnya tafsir, ushul
fikih, teologi, fikih, nahwu dan logika. Mayoritas ilmu tersebut dipelajarinya
secara otodidak, hanya sebagian kecil yang diserap dari ulama-ulama salaf pada
masanya, seperti al-Badri Muhammad bin al-Aqsari, Burhan al-Baijuri, A'la
al-Bukhari dan Syamsuddin bin al-Bisati. Al-Mahalli wafat pada awal tahun 864 H
bertepatan dengan tahun 1455 M.
Sedangkan al-Suyuthi bernama lengkap Abu
al-fadhl Abdurrahman bin Abi Bakr bin Muhammad al-Suyuthi al-Syafi'i. Beliau
dilahirkan pada bulan Rajab tahun 849 H dan ayahnya meninggal saat beliau
berusia lima tahun tujuh bulan. Beliau sudah hafal al-Qur'an di luar kepala pada
usia delapan tahun dan mampu menghafal banyak hadis. Beliau juga mempunyai guru
yang sangat banyak. Di mana menurut perhitungan muridnya, al-Dawudi, mencapai 51
orang. Demikian juga karangan beliau yang mencapai 500 karangan. Beliau
meninggal pada malam Jum'at 19 Jumadil Awal 911 H di rumahnya.
2. Latar Belakang
Penulisan
Riwayat hidup al-Mahalli tak
terdokumentasi secara rinci. Hal ini disebabkan ia hidup pada masa kemunduran
dunia Islam. Lagi pula ia tak memiliki banyak murid, sehingga segala
aktivitasnya tidak terekam dengan jelas. Walau begitu, al-mahalli dikenal
sebagai orang yang berkepribadian mulia dan hidup sangat pas-pasan, untuk tidak
dikatakan miskin. Guna memnuhi kebutuhan sehari-hari, ia bekerja sebagai
pedagang. Meski demikian kondisi tersebut tidak mengendurkan tekadnya untuk
terus mengais ilmu. Tak mengherankan jika ia mempunyai banyak karangan yang
salah satunya adalah Tafsir al-Qur'an al-'Adzim yang lebih dikenal dengan nama
Tafsir Jalalain tetapi belum sempurna.
Sedangkan al-Suyuthi-lah yang
menyempurnakan "proyek" gurunnya. Pada mulanya beliau tidak berminat menulis
tafsir ini, tetapi demi memelihara diri dari apa yang telah disebutkan oleh
firman-Nya: (“dan barang siapa yang buta hatinya didunia ini, niscaya
diakhirat nanti ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan yang
benar”). (Qs, al-Isra’ :72)
maka dia menulis kitab ini, kitab ini
selesai ditulis pada hari Ahad, tanggal 10 Syawal 870 Hijriah, Penulisannya di
mulai pada hari rabo, awal ramadhan dalam tahun yang sama, kemudian konsep
jadinya diselesaikan pada hari Rabu 8 Safar 871 Hijriah.
3. Bentuk, Metode dan Corak Tafsir
Jalalain
Istilah bentuk penafsiran tidak dijumpai
dalam kitab-kitab 'ulum al-Qur'an (ilmu tafsir) pada abad-abad yang silam bahkan
sampai periode modern sekalipun tidak ada ulama tafsir yang menggunakannya. Oleh
karenanya tidak aneh bila dalam kitab-kitab klasik semisal al-Burhan fi 'Ulum
al-Qur'an karangan al-Zarkasyi, al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an karya al-Suyuthi,
dan lain-lain tidak dijumpai term tersebut.
Namun menurut Nashruddin Baidan, dapat
disimpulkan bahwa penafsiran yang diterapkan olah para mufasir sejak pada masa
Nabi sampai dewasa ini dapat dikerucutkan menjadi dua macam, yakni tafsir bi
al-ma'tsur dan bi al-ra'y.
Tafsir Jalalain merupakan tafsir yang
menggunakan bentuk bi al-ra'y. Karena dalam menafsirkan ayat demi ayat
menggunakan hasil pemikiran atau ijtihad para mufasir (meskipun tidak menafikan
riwayat). Sebagai contoh ketika al-Jalalain menafsirkan penggalan ayat berikut
ini:
(ولا
تتبدلواالخبيث) الحرام (بالطيب) الحلال أى تأخذوه بدله كما تفعلون من أخذ الجيد من
مال اليتيم وجعل الردئ من مالكم مكانه.
Di sini kelihatan dengan jelas bahwa
ketika menafsirkan penggalan ayat tersebut al-Suyuthi murni menggunakan
pemikirannya tanpa menyebut riwayat. Jika kita bandingkan dengan tafsir Ibnu
katsir berikut ini, akan lebih jelas perbedaannya.
(ولا تتبدلواالخبيث بالطيب) قال سفيان الثورى عن أبى
صالح :لا تعجل بالرزق الحرام قبل أن يأتيك الرزق الحلال الذى قدر لك وقال سعيد بن
جبير:لا تتبدلواالحرام من أموال الناس بالحلال من أموالكم,يقول :لاتبدلوا أموالكم
الحلال وتأكلوا أموالهم الحرامز.وقال سعيد بن المسيب والزهرى:ولا تعط مهزولا ولا
تأخذ سمينا. وقال إبراهيم والنخعى والضحاك:لا تعط زيفا وتأخذ جيدا.وقال السدى: كان
أحدهم يأخذ الشاة السمينة من غنم اليتيم, ويجعل مكانها الشاة المهزولة ويقول: شاة
بشاة, ويأخذ الدرهم الجيد ويطرح مكانه الزيف ويقول درهم بدرهم
Di sini Ibnu Katsir menggunakan bentuk bi
al-ma'tsur. Beliau ketika menafsirkan penggalan ayat tersebut langsung merujuk
riwayat dari al-Tsauri, Sa'id bin Jubair, Sa'id bin al-Musayyab dan lain-lain.
Sehingga seakan-akan beliau tidak punya pendapat sendiri tentang hal tersebut.
Hal inilah yang membedakan antara bentuk
bi al-ma'tsur dengan bentuk bi al-ra'y. Tafsir yang menggunakan bentuk bi
al-ma'tsur sangat tergantung dengan riwayat. Tafsir ini akan tetap ada selama
riwayat masih ada. Berbeda dengan tafsir bi al-ra'y yang akan selalu berkembang
dengan perkembangan zaman. Adapun mengenai metode yang digunakan tafsir Jalalain
menggunakan metode Ijmali (global). Sebagaimana diungkapkan oleh al-Suyuthi
bahwa beliau menafsirkan sesuai dengan metode yang dipakai oleh al-Mahalli yakni
berangkat dari qoul yang kuat, I'rab lafadz yang dibutuhkan saja, perhatian
terhadap Qiraat yang berbeda dengan ungkapan yang simpel dan padat serta
meninggalkan ungkapan-ungkapan bertele-tele dan tidak perlu. Mufasir yang
menggunakan metode ini biasanya menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an secara ringkas
dengan bahasa populer dan mudah dimengerti. Ia akan menafsirkan al-Qur'an secara
sistematis dari awal hingga akhir. Di samping itu, penyajiannya diupayakan tidak
terlalu jauh dari gaya (uslub) bahasa al-Qur'an, sehingga penbengar dan
pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar al-Qur'an, padahal yang didengarnya
adalah tafsirnya.
Berbeda dengan metode yang digunakan oleh
Ibnu Katsir sebagaimana terlihat dalam contoh. Dari contoh tersebut Ibnu Katsir
menggunakan metode Tahlili (analitis). Perbedaannya terletak pada terget yang
ingin dicapai. Jika yang diinginkan adalah hanya untuk mengetahui makna kosa
kata, tidak memerlukan uraian yang luas, maka cukup menggunakan metode Ijmali
seperti Tafsir Jalalain. Tetapi jika target yang ingin dicapai adalah suatu
penafsiran yang luas tetapi tidak menuntaskan pemahaman yang terkandung dalam
ayat secara komprehensif, maka metode yang cocok adalah metode Tahlili
(analitis), sebagaimana tafsirnya Ibnu Katsir. Corak penafsiran ialah suatu
warna, arah, atau kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi
sebuah karya tafsir. Jadi kata kuncinya adalah terletak pada dominan atau
tidaknya sebuah pemikiran ide tersebut. Bila sebuah kitab tafsir mengandung
banyak corak (minimal tiga corak) dan kesemuanya tidak ada yang dominan karena
porsinya sama, maka inilah yang disebut corak umum.
Adapun tafsir Jalalain karena uraiannya
sangat singkat dan padat dan tidak tampak gagasan ide-ide atau konsep-konsep
yang menonjol dari mufasirnya, maka jelas sekali sulit untuk memberikan label
pemikiran tertentu terhadap coraknya. Karena itu pemakaian corak umum baginya
terasa sudah tepat kerena memang begitulah yang dijumpai dalam tafsiran yang
diberikan dalam kitab tersebut. Itu artinya bahwa dalam tafsirnya tidak
didominasi oleh pemikiran-pemikiran tertentu melainkan menafsirkan ayat-ayat
al-Qur'an sesuai dengan kandungan maknanya.
4. Karakteristik Tafsir
Jalalain
Kitab ini terbagi atas dua juz. Juz yang
pertama berisi tafsir surat al-Baqarah sampai surat al-Isra' yang disusun oleh
Jalaluddin al-Suyuthi, sedangkan juz yang kedua berisi tafsir surat al-Kahfi
sampai surat al-Naas ditambah dengan tafsir surat al-Fatihah yang disusun oleh
Jalaluddin al-Mahalli. Untuk mengetahui karakteristik tafsir ini perlu
diperbandingkan dengan tafsir lain yang bercorak sama. Berikut disuguhkan
perbandingan dengan Tafsir Marah Labid karya Nawawi al-Bantani dan juga Tafsir
al-Baidhowi karya Imam Baidhowi.
• (وما يخادعون إلا أنفسهم) لأن وبال خداعهم راجع اليهم
فيفتضحون فى الدنيا باطلاع الله نبيه على ما ابطنوه ويعاقبون فى الأخرة (وما
يشعرون) يعلمون أن خداعهم لأنفسهم والمخادعة هنا من واحد كعاقبت اللص وذكر الله
فيها تحسين وفى قرأة وما يخدعون
• (وما يخدعون) أى يكذبون (إلا أنفسهم) وهذه الجملة حال من ضمير يخادعون أى يفعلون ذلك والحال أنهم ما يضرون بذلك الا أنفسهم فان دائرة فعلهم مقصورة عليهم وقرأ عاصم وابن عمر وحمزة والكسائ وما يخدعون بفتح الياء وسكون الخاء وفتح الدال وقرأ الباقون بضم الياء وفتح الخاء مع المد وكسرالدال ولا خلاف فى قوله يخادعون الله فالجميع قرأ بضم الياء وفتح الخاء وبالألف بعدها وكسرالدال وأما الرسم فبغير ألف فى الموضعين (وما يشعرون) أن الله يطلع نبيه على كذبهم
• (وما يخادعون إلا أنفسهم) قرأة نافع وابن كثير وأبى عمر والمعنى ان دائرة الخداع راجعة اليهم وضررها يحيق بهم أو أنهم فى ذلك خدعوا أنفسهم لما غروها بذلك وخدعتهم أنفسهم حيث حدثتهم بالأماني الفازعة وحملتهم على مخادعة من لا يخفى عليه خافية وقرأ الباقون وما يخدعون لان المخادعة لا تتصور الا بين اثنين وقرئ ويخدعون من خدع ويخدعون بمعنى يختدعون ويخدعون ويخادعون على البناء للمفعول ونصب أنفسهم بنزع الخافض والنفس ذات الشيء وحقيقة ثم قيل للروح لان النفس الحي به وللقلب لانه محل الروح أو متعلقة وللدم لان قوامها به وللماء لفرط حاجتيا اليه وللرأى فى قولهم فلان يؤامر نفسه لانه ينبعث عنها أو يشبه ذاتا مرة وتشير عليه والمراد بالانفس ههنا ذواتهم ويحتمل حملها على أرواحهم وآرائهم (وما يشعرون) لا يحسون بذلك لتمادى غفلتهم جعل لحوق و بال الخداع ورجوع ضرره اليهم فى الظهو وكالمحسوس الذى لا يخفى الا على مؤوف الحواس والشعور الاحساس ومشاعرالانسان حواسه وأصله الشعر ومنه الشعار
• (وما يخدعون) أى يكذبون (إلا أنفسهم) وهذه الجملة حال من ضمير يخادعون أى يفعلون ذلك والحال أنهم ما يضرون بذلك الا أنفسهم فان دائرة فعلهم مقصورة عليهم وقرأ عاصم وابن عمر وحمزة والكسائ وما يخدعون بفتح الياء وسكون الخاء وفتح الدال وقرأ الباقون بضم الياء وفتح الخاء مع المد وكسرالدال ولا خلاف فى قوله يخادعون الله فالجميع قرأ بضم الياء وفتح الخاء وبالألف بعدها وكسرالدال وأما الرسم فبغير ألف فى الموضعين (وما يشعرون) أن الله يطلع نبيه على كذبهم
• (وما يخادعون إلا أنفسهم) قرأة نافع وابن كثير وأبى عمر والمعنى ان دائرة الخداع راجعة اليهم وضررها يحيق بهم أو أنهم فى ذلك خدعوا أنفسهم لما غروها بذلك وخدعتهم أنفسهم حيث حدثتهم بالأماني الفازعة وحملتهم على مخادعة من لا يخفى عليه خافية وقرأ الباقون وما يخدعون لان المخادعة لا تتصور الا بين اثنين وقرئ ويخدعون من خدع ويخدعون بمعنى يختدعون ويخدعون ويخادعون على البناء للمفعول ونصب أنفسهم بنزع الخافض والنفس ذات الشيء وحقيقة ثم قيل للروح لان النفس الحي به وللقلب لانه محل الروح أو متعلقة وللدم لان قوامها به وللماء لفرط حاجتيا اليه وللرأى فى قولهم فلان يؤامر نفسه لانه ينبعث عنها أو يشبه ذاتا مرة وتشير عليه والمراد بالانفس ههنا ذواتهم ويحتمل حملها على أرواحهم وآرائهم (وما يشعرون) لا يحسون بذلك لتمادى غفلتهم جعل لحوق و بال الخداع ورجوع ضرره اليهم فى الظهو وكالمحسوس الذى لا يخفى الا على مؤوف الحواس والشعور الاحساس ومشاعرالانسان حواسه وأصله الشعر ومنه الشعار
Salah satu sisi yang ditampilkan dari
ketiga contoh di atas adalah masalah Qira'at. Tetapi jika dilihat lebih lanjut
terjadi perbedaan dalam penyajiannya. Jika dibandingkan dengan kedua tafsir di
bawahnya, pembahasan yang ada dalam Tafsir Jalalain lebih ringkas, bahkan
cenderung sepintas lalu. Rupanya Suyuthi tidak mau terjebak dalam pembicaraan
yang bertele-tele, cukup hanya dengan menunjukkan adanya perbedaan qira'at.
Sebagaimana yang ia sampaikan dalam muqaddimahnya. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa karakteristik Tafsir Jalalain jika dibandingkan dengan tafsir lain yang
bercorak sama adalah ungkapannya yang simpel dan padat dengan gaya bahasa yang
mudah. Tujuannya adalah agar dapat dicerna dengan mudah oleh para pembaca
tafsir. Hingga pantaslah kalau ada yang mengatakan bahwa antara al-Qur'an dengan
tafsirannya hampir sama. Bahkan, menurut pengarang kitab Kasyf al-Dzunun, ada
sebagian ulama Yaman yang mengatakan bahwa hitungan huruf al-Qur'an dengan
tafsirannya sampai surat al-Muzzammil adalah sama. Baru pada surat
al-Muddatstsir dan seterusnya tafsir ini melebihi al-Qur'an. Yang menarik dari
kitab ini adalah penempatan tafsir Surat al-fatihah yang diletakkan paling
akhir. Kedua mufassir juga tidak berbicara tentang basmalah sebagaimana
tafsir-tafsir lainnya. Tidak ada keterangan yang menyebutkan tentang alasan
tidak ditafsirkannya basmalah.
C. Penutup
Budaya tafsir-menafsir merupakan bagian
dari peradaban Islam. Budaya ini yang menjadikan intelektual Islam menjadi
terangkat namanya dalam kancah internasional. Salah satu tafsir yang populer di
Indonesia adalah tafsir Jalalain. Tafsir ini begitu populernya, sehingga
hukumnya "wajib" mengkaji tafsir ini di kalangan pesantren. Kesemuanya itu tak
terlepas dari isi tafsir itu sendiri yang isinya singkat dan padat serta para
mufasirnya yang begitu karismatik.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ghofur Saiful , Profil Para Mufasir
al-Qur'an, Yogyakarta, Puataka Insan Madani, 2008.
Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran
Al-Qur'an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.
, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2005.
Al-Baidhowi, Abdullah bin 'Umar bin
Muhammad , Tafsir al-Baidhowi, jilid I, Beirut, Dar Shadir, t.th.
Al-Dimasyqy, Ibnu Katsir , Tafsir
al-Qur'an al-'Adzim, juz 1, Beirut, Maktabah al-Nur al-Ilmiah,1991.
Al-Dzahabi, Muhammad Husain , al-Tafsir wa
al-Mufassirun, juz 1, Beirut, 1976.
Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin
al-Mahalli, Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah,
t.th.
Nawawi al-Jawi, Muhammad , Marah Labid,
Dar Ihya al-Kutub al-'Arabiyah, t.th.
Al-Qusthunthonni, Mushtafa bin Abdillah ,
Kasyf al-Dzunun, juz 1, Beirut, Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, 1992.
0 komentar:
Post a Comment