Kajian mengenai komponen dalam pendidikan Islam berarti
kapan tentang sistem pendidikan Islam. Sistem tersebut merupakan satu kesatuan
dari komponen-komponen pendidikan yang masing-masing berdiri sendiri tetapi saling
berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk satu
kebulatan yang utuh dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Tentunya
komponen-komponen dalam pendidikan Islam ini tidak dapat di lepaskan dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang melandasi pendidikan Islam sehingga terbentuk
satu sistem pendidikan yang Islam.
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki
peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan
sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses
pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses
pendidikan. Bahkan dapat diaktan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja
pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.[1]
Komponen-komponen
yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses
mendidik minimal terdiri dari 4 komponen, yaitu :[2]
1)
Tujuan pendidikan,
2)
Peserta didik,
3)
Pendidik,
4)
Isi pendidikan dan
5)
Konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan.
Berikut
ini akan diuraikan penulis satu persatu komponen-komponen tersebut.
1. Tujuan Pendidikan
Istilah
“tujuan” atau “sasaran” atau “maksud”, dalam bahasa Arab dinyatakan dengan ghayat atau andaf atau maqasid. Sedangkan
dalam bahasa Inggris, istilah “tujuan” dinyatakan dengan goal atau purpose atau objective atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang
sama, yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan tertentu atau arah,
maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas.[3]
Mengenai
tujuan pendidikan, menurut Zakiah Daradjat, dkk, ialah suatu yang diharapkan
tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai.[4]
Sedang menurut Darwyn Syah, tujuan pendidikan merupakan seperangkat hasil yang
harus dicapai oleh peserta didik setelah mengkuti serangkaian kegiatan
pendidikan.[5]
Sedang menurut Ramayulis, tujuan pendidikan adalah upaya untuk memformulasi
suatu bentuk tujuan, tidak terlepas dari pandangan masyarakat dan nilai yang
dianut pelaku aktivitas itu.[6]
Sebagai
ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah
menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada
dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam
suatu masyarakat.
Adapun
tujuan pendidikan Islam itu sendiri identik dengan tujuan Islam sendiri. Tujuan
pendidikan Islam adalah memebentuk manusia yang berpribadi muslim kamil serta
berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah dalam Al-Qur’an
Surah Ali Imran ayat 102.
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
(#qà)®?$#
©!$#
¨,ym
¾ÏmÏ?$s)è?
wur
¨ûèòqèÿsC
wÎ)
NçFRr&ur
tbqßJÎ=ó¡B
ÇÊÉËÈ
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam.[7]
2. Peserta Didik
Pengertian
peserta didik secara formal menurut Ramayulis adalah sebagai berikut:
Orang
yang sedang pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun
psikis, pertumbahan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta
didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik,
perkembanga menyangkut psikis.[8]
Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan
kerjasama antara pendidik dan peserta didik. Walau bagaimanapun pendidik
berusaha menanamkan pengaruhnya kepada peserta didik agar tercapai
tujuannya. Artinya dalam suatu proses
pendidikan seorang pendidik harus berupaya semaksimal mungkin untuk memahami
anak didik. Kesalahan pendidik dalam memahami anak didik akan berakibat fatal
dalam pencapaian tujuan yang diharapkan.
Secara kodrati, anak didik melakukan pendidikan atau
bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan
dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di muka bumi ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al Qr’an surah An Nahl ayat 78
berikut :
ª!$#ur
Nä3y_t÷zr&
.`ÏiB
ÈbqäÜç/
öNä3ÏF»yg¨Bé&
w
cqßJn=÷ès?
$\«øx© ... ÇÐÑÈ
Artinya : Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun...(An-Nahl :78).[9]
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah melalui pendidikan.
Peserta
didik bisa juga anak asuh kita di rumah, dimana terdapat 7 perangai dan gaya
kepribadian anak, yaitu:[10]
1.
Anak
yang reaktif, anak ini memberikan reaksi yang keras terhadap hidup, biasanya penuh
semangat, antusias dan banyak bercuap-cuap. Mereka bisa benar-benar tegas dan
baik hati.
2.
Anak
pemurung, mereka menyimpan pikiran dan perasaan untuk diri mereka sendiri.
Terkadang teman sebaya dan orang tua menafsirkan sebagai sifat ketidakramahan
atau bahkan permusuhan.
3.
Anak
keras kepala, atau si penuntut maka ditunjukkan pada masa pertumbuhan dengan
tangisan tidak sabar. Anak keras kepala, serngkali sukses, tegas, penuh energi
dan hidup. jika mengamuk untuk diinginkan, orangtua tidak selayaknya memandang
sebagai sesuatu yang sederhana.
4.
Anak
sensitif, termasuk mudah untuk dibesarkan karena mereka tidak selalu sensitif
atau menuntut, biasanya kesal karena bunyi keras dan wajah yang tidak dikenal,
tidak suka perubahan dan mudah menangis.
5.
Anak
aktif, dapat dilihat sejak awal masa kanak-kanak, anak yang aktif menarik
perhatian dengan tidak sabar, selalu tampak sibuk beralh aktivitas satu
aktivitas ke aktivitas berikutnya, suka membantah, memprovokasi.
6.
Anak
yang khawatir, seringkali sangat baik hati dan sensitif dengan kebutuhan orang
lain, sangat disukai oleh teman sebayanya, bekerja dengan baik, seringkali
orang tua menunjukkan “kekhawatiran” serupa.
7.
Anak
yang menyenangkan, biasanya gampang bergaul, ramah dan tidak agresif, sepanjang
waktu mereka berada dalam dunianya, senang permainan yang imajinatif, kurang
meminta perhatian dan bimbingan oramg tua.
Pendidikan
peserta didik harus memenuhi 3
persyaratan sebagai
berikut:
a.
Dimensi
kognitif, kemampuan anak untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Hal
ini berhubugan dengan kemampuan intelektual dan taraf kecerdasan anak didik.
b.
Dimensi
afektif, kemampuan anak untuk merasakan dan menghayati apa-apa yang diajarkan, yang
telah diperolehnya dari aspek kognitif, sehingga timbullah motivasi untuk
mengamalkan atau melakukan apa-apa yang tekah dimilikinya itu.
c.
Dimensi
psikomotor, kemampuan anak didik untuk merubah sikap dan perilaku sesuai dengan
ilmu yang dipelajari (aspek kognitif) dan ilmu yang telah dihayatinya (aspek
afektif).[11]
Dalam pandangan yang lebih modern, anak didik tidak hanya
di anggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan di atas,
melainkan juga harus di perlakukan sebagai subyek pendidikan. Hal ini antara
lain dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam
proses belajar mengajar.
Berdasarkan hal tersebut, maka anak didik dapat dicirikan
sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan
pengarahan. Karena dalam pandangan Islam hakikat ilmu adalah berasal dari
Allah, sedang proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru.
Seorang pelajar atau anak didik, yang ingin mendapatkan
ilmu itu memerlukan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dan guru, maka muncul
pula etika pergaulan yang baik yang harus dilakukan oleh seorang murid kepada
gurunya. Selain membutuhkan bantuan guru, seorang anak didik yang sedang
belajar juga memerlukan kawan tempat mereka berbagi rasa dan belajar bersama.[12]
Anak didik merupakan komponen yang dijadikan dasar untuk
melakukan kegiatan pendidikan dan pengajaran bahkan untuk mencapai tujuan yang
maksimal haruslah memperhatikan komponen ini. Artinya anak didik adalah
komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses pendidikan.
Sedangkan
tujuan pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah umum berfungsi untuk:[13]
1.
Pengembangan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik secara
optimal, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam keluarga.
2.
Penanaman
nilai ajaran Islam sebagai pedoman dalam meniti kehidupan untuk mencapai
kebahagian hidup, baik di dunia ini maupun di akherat kelak.
3.
Penyesuai
mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui penanaman
nilai-nilai pendidikan agama Islam yang berkaitan dengan hubungan sosial
kemasyarakatan.
4.
Perbaikan
kesalahpahaman, kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengamalan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Pencegahan
peserta didik dalam hal-hal negatif baik berasal dari pengaruh budaya asing
maupun kehidupan sosial kemasyarakatan yang dihadapinya dalam kehidupan
sehari-hari.
6.
Pengajaran
tentang pengetahuan ilmu keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya dalam
kehidupan sehingga terbentuk pribadi muslim yang sempurna.
7.
Penyiapan
dan penyaluran peserta didik untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga
pendidikan yang lebih tinggi.
Berdasarkan
persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan
individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman
sikap dan tangggung jawab anak didik.
3. Pendidik
Salah
satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis
pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas
pada pendidikan sekolah saja.. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah,
orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat
baik formal maupun informal sebagai pendidik di lingkungan masyarakat.
Dalam
konteks pendidikan Islam, pendidik disebut juga dengan murabbi, muallim dan muaddib.
Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata muallim isim fail dari
allama, yuallimu, sebagaimana ditemukan dalam Al Qur’an surah Al Baqoroh ayat
31 yang berbunyi:
zN¯=tæur
tPy#uä
uä!$oÿôF{$#
$yg¯=ä.
§NèO
öNåkyÎztä
n?tã
Ïps3Í´¯»n=yJø9$#
tA$s)sù
ÎTqä«Î6/Rr&
Ïä!$yJór'Î/
ÏäIwàs¯»yd
bÎ)
öNçFZä.
tûüÏ%Ï»|¹
ÇÌÊÈ
Artinya : Dan Dia mengajarkan
kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"[14]
Sedangkan kata muaddib berasal dari
addaba, yuaddibu, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allah mendidikku maka Ia memberikan
kepadaku sebaik-baik pendidikan”.[15]
Setiap
guru mempunyai pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar (gaya mengajar) ini
tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Gaya mengajar
ini mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan, yang
dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi
yang digunakan serta kurikulum yang dilaksanakan.[16]
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai
tujuan. Secara lebih terperinci, tugas guru berpusat pada :
1)
mendidik
dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek
maupun jangka panjang;
2)
memberi
fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai;
3)
membantu
aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuain diri.
Demikianlah,
guru tidak hanya sebatas penyampai ilmu pengeahuan, akan tetapi lebih dari itu,
ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan pribadi siswa. Ia harus
mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang
siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan
menciptakan tujuan.[17]
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan
memberikan kemudahan dalam belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini guru harus kreatif, profesional
dan menyenangkan dengan memposisikan diri sebagai berikut:[18]
1)
orang
tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya;
2)
teman,
tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik;
3)
fasilitator
yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesui minat,
kemampuan dan bakatnya;
4)
memberikan
sumbangan kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi
anak dan memberikan saran pemecahannya;
5)
Memupuk
rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab;
6)
Membiasakan
peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan orang lain
secara wajar;
7)
Mengembangkan
proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain dan lingkungannya;
8)
Mengembangkan
kreativitas;
9)
Menjadi
pembantu ketika diperlukan.
4. Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan
tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada
peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan
formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan
manusia ideal yang dicita-citakan.
Karakteristik isi pendidikan Islam pertama-tama
tampak pada kriteria pemilihannya, yaitu : iman, ilmu, amal dan akhlak dan
sosial. Dengan kriteria tersebut, pendidikan Islam merupakan pendidikan
keimanan, ilmiah, amaliah, moral dan sosial. Semua kriteria tersebut terhimpun
dalam firman Allah ketika menyifati kerugian manusia yang menyimpang dari jalan
pendidikan Islam, baik manusia sebagai individu, manusia sebagai jenis, manusia
sebagai generasi, maupun umat manusia secara keseluruhan.[19]
5. Konteks yang
Mempengaruhi Suasana Pendidikan
Dalam hal ini ada 4 hal konteks yang mempengaruhi
suasana pendidikan yaitu : lingkungan, sarana, metode dan sistem/kurikulum.
Hal ini penulis akan jelaskan sebagai berikut :
a.
Lingkungan
Dalam
kegiatan pendidikan, kita melihat adanya unsur pergaulan dan unsur lingkungan yang
keduanya tidak terpisahkan tetapi dapat dibedakan. Dalam pergaulan tidak selalu
berlangsung pendidikan walaupun di dalamnya terdapat faktor-faktor yang berdaya
guna untuk mendidik. Pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta
mendidik seseorang.[20]
b. Sarana
Sarana atau media pendidikan berguna untuk membantu
dalam proses pendidikan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan.
Media pengajaran merupakan bagian integral dalam
sistem pengajaran. Banyak macam media dapat dgunakan. Penggunaan melputi
manfaat yang banyak pula. Penggunaan media harus didasarkan kepada pemilhan
yang tepat. Sehingga dapat memperbesar arti dan fungsi dalam menunjang
efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar.[21]
c. Metode
Metode dimaksudkan sebagai jalan dalam sebuah
transfer nilai pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu
pemakaian metode dalam pendidikan Islam mutlak dibutuhkan.
d.
Sistem/Kurikulum
Sepanjang masa klasik Islam, penentuan kurikulum
pendidikan tinggi Islam berada di tangan ulama-kelompok orang yang
berpengetahuan dan diterima sebagai otoritatif dalam soal-soal agama dan hukum.
Keyakinan mereka pada konservatisme agama dan keyakinan yang kokoh terhadap
wahyu sebagai inti dari semua pengetahuan.[22]
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini dapat tercipta jika
para guru menguasai beberapa model pembelajaran baik secara teoritis maupun
dari segi praktis.[23]
Sistem atau kurikulum pembelajaran yang baik akan
semakin menambah peluang untuk berhasilnya sebuah pendidikan.
Keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan
satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan.
[1]
http://hapidzcs.blogspot.com/2011/06/komponen-komponen-dasar-pendidikan.html
ditulis Senin, 20 Juni 2011, diakses tanggal 7 Oktober 2012 jam 16.05
[2]
Ibid.
[3]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
Op.Cit, hal. 133
[5]
Darwyn Syah, dkk, Op.Cit, hal. 4-5
[8]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
Op.Cit, hal. 77
[10]Don
Fleming dan Mark Ritts, Mengatasi
Perilaku Negatif Anak Memahami Kepribadian, Komunikasi dan Perangai Anak Anda,
(Jogjakarta: Think, 2007), hal. 113-125
[11] Dadang Hawari, Our
Children Our Future Dimensi Psikoreligi Pada Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007), hal. 3-4
[13]
Asmaun
Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah Upaya Mengembangkan PAI dari
Teori ke Aksi, (Malang:
UIN-Maliki Press, 2010),
hal. 20
[15]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
Op.Cit, hal. 56
[16]Muhammad
Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hal. 5
[17]Slameto,
Belajar & Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhnya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 97
[18]
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), hal. 36
[19]Hery
Noer Aly dan Munzier S., Op.Cit,
hal. 68
[21]
Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hal. 88
[22]
Charles Michael Stanton, Pendidikan
Tinggi Dalam Islam , (Jakarta: PT. Logos Production Hause, 1994), hal. 52
[23]Suryanti,
Model-Model Pembelajaran Inovatif,
(Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2008),hal.1
0 komentar:
Post a Comment