MENU BLOG

Saturday, 4 October 2014

Komponen Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam

Kajian mengenai komponen dalam pendidikan Islam berarti kapan tentang sistem pendidikan Islam. Sistem tersebut merupakan satu kesatuan dari komponen-komponen pendidikan yang masing-masing berdiri sendiri tetapi saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk satu kebulatan yang utuh dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Tentunya komponen-komponen dalam pendidikan Islam ini tidak dapat di lepaskan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang melandasi pendidikan Islam sehingga terbentuk satu sistem pendidikan yang Islam.
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diaktan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.[1]
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 4 komponen, yaitu :[2]
1) Tujuan pendidikan,
2) Peserta didik,
3) Pendidik,
4) Isi pendidikan dan
5) Konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan.

Berikut ini akan diuraikan penulis satu persatu komponen-komponen tersebut.
1. Tujuan Pendidikan
Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud”, dalam bahasa Arab dinyatakan dengan ghayat atau andaf atau maqasid. Sedangkan dalam bahasa Inggris, istilah “tujuan” dinyatakan dengan goal atau purpose atau objective atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan tertentu atau arah, maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas.[3]
Mengenai tujuan pendidikan, menurut Zakiah Daradjat, dkk, ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai.[4] Sedang menurut Darwyn Syah, tujuan pendidikan merupakan seperangkat hasil yang harus dicapai oleh peserta didik setelah mengkuti serangkaian kegiatan pendidikan.[5] Sedang menurut Ramayulis, tujuan pendidikan adalah upaya untuk memformulasi suatu bentuk tujuan, tidak terlepas dari pandangan masyarakat dan nilai yang dianut pelaku aktivitas itu.[6]        
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.
Adapun tujuan pendidikan Islam itu sendiri identik dengan tujuan Islam sendiri. Tujuan pendidikan Islam adalah memebentuk manusia yang berpribadi muslim kamil serta berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 102.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.[7]

2. Peserta Didik
Pengertian peserta didik secara formal menurut Ramayulis adalah sebagai berikut:
Orang yang sedang pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbahan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik, perkembanga menyangkut psikis.[8]

Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan kerjasama antara pendidik dan peserta didik. Walau bagaimanapun pendidik berusaha menanamkan pengaruhnya kepada peserta didik agar tercapai tujuannya.  Artinya dalam suatu proses pendidikan seorang pendidik harus berupaya semaksimal mungkin untuk memahami anak didik. Kesalahan pendidik dalam memahami anak didik akan berakibat fatal dalam pencapaian tujuan yang diharapkan.
Secara kodrati, anak didik melakukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di muka bumi ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al Qr’an surah An Nahl ayat 78 berikut :
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© ... ÇÐÑÈ  
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun...(An-Nahl :78).[9]
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah melalui pendidikan.
Peserta didik bisa juga anak asuh kita di rumah, dimana terdapat 7 perangai dan gaya kepribadian anak, yaitu:[10]
1.    Anak yang reaktif, anak ini memberikan reaksi yang keras terhadap hidup, biasanya penuh semangat, antusias dan banyak bercuap-cuap. Mereka bisa benar-benar tegas dan baik hati.  
2.    Anak pemurung, mereka menyimpan pikiran dan perasaan untuk diri mereka sendiri. Terkadang teman sebaya dan orang tua menafsirkan sebagai sifat ketidakramahan atau bahkan permusuhan.
3.    Anak keras kepala, atau si penuntut maka ditunjukkan pada masa pertumbuhan dengan tangisan tidak sabar. Anak keras kepala, serngkali sukses, tegas, penuh energi dan hidup. jika mengamuk untuk diinginkan, orangtua tidak selayaknya memandang sebagai sesuatu yang sederhana.
4.    Anak sensitif, termasuk mudah untuk dibesarkan karena mereka tidak selalu sensitif atau menuntut, biasanya kesal karena bunyi keras dan wajah yang tidak dikenal, tidak suka perubahan dan mudah menangis.
5.    Anak aktif, dapat dilihat sejak awal masa kanak-kanak, anak yang aktif menarik perhatian dengan tidak sabar, selalu tampak sibuk beralh aktivitas satu aktivitas ke aktivitas berikutnya, suka membantah, memprovokasi.
6.    Anak yang khawatir, seringkali sangat baik hati dan sensitif dengan kebutuhan orang lain, sangat disukai oleh teman sebayanya, bekerja dengan baik, seringkali orang tua menunjukkan “kekhawatiran” serupa.
7.    Anak yang menyenangkan, biasanya gampang bergaul, ramah dan tidak agresif, sepanjang waktu mereka berada dalam dunianya, senang permainan yang imajinatif, kurang meminta perhatian dan bimbingan oramg tua.
  
Pendidikan peserta didik harus memenuhi 3 persyaratan sebagai berikut:
a.       Dimensi kognitif, kemampuan anak untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Hal ini berhubugan dengan kemampuan intelektual dan taraf kecerdasan anak didik.
b.      Dimensi afektif, kemampuan anak untuk merasakan dan menghayati apa-apa yang diajarkan, yang telah diperolehnya dari aspek kognitif, sehingga timbullah motivasi untuk mengamalkan atau melakukan apa-apa yang tekah dimilikinya itu.
c.       Dimensi psikomotor, kemampuan anak didik untuk merubah sikap dan perilaku sesuai dengan ilmu yang dipelajari (aspek kognitif) dan ilmu yang telah dihayatinya (aspek afektif).[11]

Dalam pandangan yang lebih modern, anak didik tidak hanya di anggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, melainkan juga harus di perlakukan sebagai subyek pendidikan. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan hal tersebut, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan. Karena dalam pandangan Islam hakikat ilmu adalah berasal dari Allah, sedang proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru.
Seorang pelajar atau anak didik, yang ingin mendapatkan ilmu itu memerlukan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dan guru, maka muncul pula etika pergaulan yang baik yang harus dilakukan oleh seorang murid kepada gurunya. Selain membutuhkan bantuan guru, seorang anak didik yang sedang belajar juga memerlukan kawan tempat mereka berbagi rasa dan belajar bersama.[12]
Anak didik merupakan komponen yang dijadikan dasar untuk melakukan kegiatan pendidikan dan pengajaran bahkan untuk mencapai tujuan yang maksimal haruslah memperhatikan komponen ini. Artinya anak didik adalah komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses pendidikan.
Sedangkan tujuan pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah umum berfungsi untuk:[13]
1.    Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik secara optimal, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam keluarga.
2.    Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman dalam meniti kehidupan untuk mencapai kebahagian hidup, baik di dunia ini maupun di akherat kelak.
3.    Penyesuai mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam yang berkaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan.
4.    Perbaikan kesalahpahaman, kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
5.    Pencegahan peserta didik dalam hal-hal negatif baik berasal dari pengaruh budaya asing maupun kehidupan sosial kemasyarakatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
6.    Pengajaran tentang pengetahuan ilmu keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya dalam kehidupan sehingga terbentuk pribadi muslim yang sempurna.
7.    Penyiapan dan penyaluran peserta didik untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.

Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab anak didik.
3. Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja.. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik di lingkungan masyarakat.
Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut juga dengan murabbi, muallim dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata muallim isim fail dari allama, yuallimu, sebagaimana ditemukan dalam Al Qur’an surah Al Baqoroh ayat 31 yang berbunyi:
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ     
Artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"[14]

Sedangkan kata muaddib berasal dari addaba, yuaddibu, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allah mendidikku maka Ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan”.[15]
Setiap guru mempunyai pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar (gaya mengajar) ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Gaya mengajar ini mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang digunakan serta kurikulum yang dilaksanakan.[16]  
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Secara lebih terperinci, tugas guru berpusat pada :
1)   mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang;
2)   memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai;
3)   membantu aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuain diri.
Demikianlah, guru tidak hanya sebatas penyampai ilmu pengeahuan, akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan pribadi siswa. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan.[17]

Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan dalam belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan dengan memposisikan diri sebagai berikut:[18]
1)      orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya;
2)      teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik;
3)      fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesui minat, kemampuan dan bakatnya;
4)      memberikan sumbangan kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya;
5)      Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab;
6)      Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan orang lain secara wajar;
7)      Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain dan lingkungannya;
8)      Mengembangkan kreativitas;
9)      Menjadi pembantu ketika diperlukan.  

4. Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan.
Karakteristik isi pendidikan Islam pertama-tama tampak pada kriteria pemilihannya, yaitu : iman, ilmu, amal dan akhlak dan sosial. Dengan kriteria tersebut, pendidikan Islam merupakan pendidikan keimanan, ilmiah, amaliah, moral dan sosial. Semua kriteria tersebut terhimpun dalam firman Allah ketika menyifati kerugian manusia yang menyimpang dari jalan pendidikan Islam, baik manusia sebagai individu, manusia sebagai jenis, manusia sebagai generasi, maupun umat manusia secara keseluruhan.[19]       
5. Konteks yang Mempengaruhi Suasana Pendidikan
Dalam hal ini ada 4 hal konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan yaitu : lingkungan, sarana, metode dan sistem/kurikulum.
Hal ini penulis akan jelaskan sebagai berikut :
a. Lingkungan  
Dalam kegiatan pendidikan, kita melihat adanya unsur pergaulan dan unsur lingkungan yang keduanya tidak terpisahkan tetapi dapat dibedakan. Dalam pergaulan tidak selalu berlangsung pendidikan walaupun di dalamnya terdapat faktor-faktor yang berdaya guna untuk mendidik. Pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta mendidik seseorang.[20]
b. Sarana
Sarana atau media pendidikan berguna untuk membantu dalam proses pendidikan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan.
Media pengajaran merupakan bagian integral dalam sistem pengajaran. Banyak macam media dapat dgunakan. Penggunaan melputi manfaat yang banyak pula. Penggunaan media harus didasarkan kepada pemilhan yang tepat. Sehingga dapat memperbesar arti dan fungsi dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar.[21]   
c. Metode
Metode dimaksudkan sebagai jalan dalam sebuah transfer nilai pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu pemakaian metode dalam pendidikan Islam mutlak dibutuhkan.
d. Sistem/Kurikulum
Sepanjang masa klasik Islam, penentuan kurikulum pendidikan tinggi Islam berada di tangan ulama-kelompok orang yang berpengetahuan dan diterima sebagai otoritatif dalam soal-soal agama dan hukum. Keyakinan mereka pada konservatisme agama dan keyakinan yang kokoh terhadap wahyu sebagai inti dari semua pengetahuan.[22]    
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini dapat tercipta jika para guru menguasai beberapa model pembelajaran baik secara teoritis maupun dari segi praktis.[23]   
Sistem atau kurikulum pembelajaran yang baik akan semakin menambah peluang untuk berhasilnya sebuah pendidikan.
Keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.



[1] http://hapidzcs.blogspot.com/2011/06/komponen-komponen-dasar-pendidikan.html ditulis Senin, 20 Juni 2011, diakses tanggal 7 Oktober 2012 jam 16.05
[2] Ibid.
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit, hal. 133
[4] Zakiah Daradjat, dkk., Op.Cit, hal. 29
[5] Darwyn Syah, dkk, Op.Cit, hal. 4-5
[6] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Op.Cit, hal. 29
[7] Departemen Agama RI, Op.Cit, hal. 601
[8] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit, hal. 77
[9]Departemen Agama RI, Op. Cit, hal. 275 
[10]Don Fleming dan Mark Ritts, Mengatasi Perilaku Negatif Anak Memahami Kepribadian, Komunikasi dan Perangai Anak Anda, (Jogjakarta: Think, 2007), hal. 113-125
[11] Dadang Hawari, Our Children Our Future Dimensi Psikoreligi Pada Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007), hal. 3-4
[12] Abudin Nata, Op.Cit, hal. 81
[13] Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah Upaya Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hal. 20
[14] Departemen Agama RI, Op. Cit, hal. 275
[15] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit, hal. 56
[16]Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hal. 5 
[17]Slameto, Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhnya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 97
[18] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 36   
[19]Hery Noer Aly dan Munzier S., Op.Cit, hal. 68
[20] Zakiah Daradjat, dkk., Op.Cit, hal. 63
[21] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hal. 88
[22] Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam , (Jakarta: PT. Logos Production Hause, 1994), hal. 52
[23]Suryanti, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2008),hal.1

0 komentar: