Berikut ini terdapat kutipan kisah penuh hikmah tentang pentingnya berbakti kepada orang tua. Salim bin Ayyub bercerita, “Aku pernah mengadakan perjalanan ke kota Ray, ketika itu usiaku dua puluh tahun. Di sana aku menghadiri suatu majelis dengan seorang syaikhyang sedang mengajar. Syaikh itu berkata kepadaku, ‘Maju dan bacalah.’ Aku berusaha membacanya tetapi aku tidak bisa. Lidahku kelu.
Ia bertanya, ‘Apakah kamu punya ibu?’
Aku menjawab, ‘Ya.’
Syaikh berkata, ‘Kalau begitu, mintalah ia supaya mendoakanmu agar Allah menganugerahkanmu Al-Qur`anul-Karim dan ilmu.’
Lantas aku pulang menemui ibuku dan memintanya berdoa. Maka ia berdoa untukku. Setelah tumbuh dewasa, suatu ketika aku pergi ke Bagdad. Di sana aku belajar bahasa Arab dan fikih, kemudian aku kembali ke kota Ray.
Ketika aku sedang berada di Masjid Al-Jami’ mempelajari kitab Mukhtashar Al-Muzani, tiba-tiba Asy-syaikh datang dan mengucapkan salam kepada kami sedangkan ia tidak mengenaliku. Ia mendengarkan perkataan kami, tetapi tidak tahu apa yang kami ucapkan, kemudian ia bertanya, ‘Kapan ia belajar seperti ini?’ Maka aku ingin mengatakan seperti yang ia ucapkan dahulu, ‘Jika engkau punya ibu, katakan kepadanya agar ia berdoa untukmu.’ Akan tetapi aku malu kepadanya.”
Lihatlah Saudariku, betapa mustajabnya doa seorang ibu. Lalu mengapa terkadang kita khawatir doa kita tidak terkabul? Mengapa terkadang kita merasa kesulitan memahami suatu ilmu padahal ada seorang ibu di samping kita?
Terkadang sebagian kita beranggapan bahwa kewajiban berbakti kepada kedua orang tua telah usai ketika orang tua telah wafat. Jika memang demikian, alangkah bakhilnya diri kita. Alangkah singkatnya bakti kita kepada orang tua yang telah mengasuh kita dengan penuh kasih sayang, yang telah mengorbankan siang dan malamnya untuk kebahagiaan sang anak. Seseorang yang telah mengucurkan banyak air mata dan keringat untuk kebaikan sang anak. Lantas, apakah balas budi kepada mereka akan berakhir seiring berakhirnya kehidupan mereka??
Saudariku … ketahuilah, bahwa saat setelah wafat adalah saat di mana kedua orang tua paling membutuhkan bakti anak-anaknya, yaitu ketika mereka telah memasuki alam barzah. Mereka sangat membutuhkan doa yang baik dan permohonan ampun melalui seorang anak untuk mengangkat kedua telapak tangannya kepada Allah Ta’ala.
Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa sesuatu sebagai baktiku kepada kedua orang tuaku setelah keduanya wafat?” Beliau bersabda, “Ya, engkau mendoakan keduanya, memohonkan ampunan untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, memuliakan teman keduanya, dan silaturahmi yang tidak tersambung kecuali dengan keduanya.” (HR. Al-Hakim)
Begitulah, bakti seorang anak kepada kedua orang tua senantiasa menjadi utang manusia selama ruh masih berada pada jasadnya, selama jantung masih berdetak, selama nadi masih berdenyut, dan selama napas masih berembus. Oleh karena itu, sangat keliru jika ada orang yang beranggapan bahwa baktinya telah usai ketika orang tua telah wafat. Bakti seorang anak kepada orang tua senantiasa menjadi hutang yang harus ditunaikan sampai ia bertemu dengan Allah Ta’ala. Mereka sangat membutuhkan doa yang tulus serta permohonan ampun sehingga mereka mendapatkan limpahan rahmat dan ampunan dari Allah karenanya.
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Lantas ia bertanya, ‘Wahai Rabb, mengapa aku mendapatkan ini?’ Allah menjawab, ‘Karena permohonan ampunan anakmu untukmu.’” (HR. Ahmad)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila seorang anak Adam meninggal dunia maka amalnya terputus, kecuali tiga perkara: … ,anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
0 komentar:
Post a Comment