Terlahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far di Wanadadi,
Banjarnegara[1],
merupakan anak termuda dari 6 bersaudara, anak Aboe Dja'far, seorang PNS, dan Saodah, seorang
pedagang kain. Dulu ia memendam banyak cita-cita, seperti insinyur, dokter, pelukis.
Semuanya melenceng, Ebiet malah jadi penyanyi -- kendati ia lebih suka disebut
penyair karena latar belakangnya di dunia seni yang berawal dari kepenyairan[2].
Setelah lulus SD, Ebiet masuk PGAN
(Pendidikan Guru Agama Negeri) Banjarnegara.
Sayangnya ia tidak betah sehingga pindah ke Yogyakarta.
Sekolah di SMP Muhammadiyah 3 dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Di sana ia
aktif di PII (Pelajar Islam
Indonesia). Namun, ia tidak dapat melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Madakarena ketiadaan
biaya. Ia lebih memilih bergabung dengan grup vokal ketika ayahnya yang
pensiunan memberinya opsi: Ebiet masuk FE UGM atau kakaknya yang baru ujian
lulus jadi sarjana di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.[3]
Nama Ebiet didapatnya dari pengalamannya kursus bahasa Inggris semasa SMA. Gurunya orang asing,
biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena mereka mengucapkan A menjadi E.
Terinspirasi dari tulisan Ebiet di bagian punggung kaos merahnya, lama-lama ia
lebih sering dipanggil Ebiet oleh teman-temannya. Nama ayahnya digunakan
sebagai nama belakang, disingkat AD, kemudian ditulis Ade, sesuai bunyi
penyebutannya, Ebiet G. Ade. Kalau dipanjangkan, ditulis sebagai Ebiet Ghoffar
Aboe Dja'far. [4][5]
Sering keluyuran tidak keruan, dulu Ebiet akrab dengan
lingkungan seniman muda Yogyakarta pada tahun 1971. Tampaknya,
lingkungan inilah yang membentuk persiapan Ebiet untuk mengorbit. Motivasi
terbesar yang membangkitkan kreativitas penciptaan karya-karyanya adalah ketika
bersahabat dengan Emha Ainun
Nadjib (penyair), Eko Tunas(cerpenis), dan E.H. Kartanegara (penulis). Malioboro menjadi semacam rumah bagi Ebiet
ketika kiprah kepenyairannya diolah, karena pada masa itu banyak seniman yang
berkumpul di sana.
Meski bisa membuat puisi, ia mengaku tidak
bisa apabila diminta sekedar mendeklamasikan puisi. Dari ketidakmampuannya
membaca puisi secara langsung itu, Ebiet mencari cara agar tetap bisa membaca
puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi. Caranya, dengan
menggunakan musik. Musikalisasi puisi, begitu istilah yang digunakan dalam
lingkungan kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Beberapa puisi Emha
bahkan sering dilantunkan Ebiet dengan petikan gitarnya. Walaupun begitu,
ketika masuk dapur rekaman, tidak sebiji pun syair Emha yang ikut
dinyanyikannya. Hal itu terjadi karena ia pernah diledek teman-temannya agar
membuat lagu dari puisinya sendiri. Pacuan semangat dari teman-temannya ini
melecut Ebiet untuk melagukan puisi-puisinya.
Berikut link download lagu Ebi G Ade dan Thomas J. Pissa Mp3:
02. Ebiet-G-Ade---Titip-Rindu-Buat-Ayah.mp303. tommy-j-pisa--dibatas-kota-ini.mp3
04. Tommy-J-Pisa---Suster-Marisa.mp3
05. TOMMY-J-PISA-1.mp3
06. BIARLAH-KUCARI-JALAN-HIDUPKU.mp3
07. Ebiet-G---Berita-Kepada-Kawan.mp3
0 komentar:
Post a Comment