MENU BLOG

Saturday, 4 October 2014

Pemikiran Dr. Yusuf Qardhawi tentang Pendidikan Islam

Dr. Yusuf Qardhawi adalah merupakan salah seorang ulama' besar dan seorang tokoh Ikhwanul Muslimin yang mengarang berbagai buku termasuk di dalamnya tentang pendidikan Islam, beliau dilahirkan di Sifit, Turob Mesir dan dalam usianya yang masih kecil beliau ditinggal oleh ayahandanya. ­Dalam dunia Islam beliau merupakan tokoh gerakan dakwah Islam yang sudah lama dan masih tetap konsisten dengan kiprah ilmu serta amalnya, karena beliau sangat peduli dan prihatin dengan umat Islam yang menjadikan beliau malang melintang dengan penuh pengorbanan moril maupun meteriil sebagai kontribusi dan komitmennya bagi umat dan dakwah Islam.[1]
Tulisan dan karangan yang merupakan salah satu sisi sisi yang terpenting dari Yusuf Qardhawi adalah banyak mengarang dan mengoreksi, seperti pernah diungkapkan oleh sebagian pemikir muslim, bahwa buku-bukunya memiliki bobot ilmiah dan berpegaruh dalam khasanah pemikiran Islam.[2]
1
Pada era kemajuan iptek, perubahan global semakin cepat terjadi dengan adanya kemajuan-kemajuan, dan dampaknya terasa bagi kehidupan seluruh umat manusia. Semua hasil temuan iptek disatu sisi harus diakui telah secara nyata mempengaruhi bahkan memperbaiki taraf dan mutu hidup manusia. Disisi lain, produk temuan dan kemajuan iptek itu telah mempengaruhi bangunan kebudayaan dan gaya hidup manusia.
Sejarah Islam juga telah mengatakan berbagai bentuk pendidikan harus didasarkan atas pandangan dan interpretasi terhadap ajarannya. Satu diantaranya ialah pendidikan Islam yang diterapkan oleh Ikhwanul Muslimin di Mesir dan di negara-negara lainnya. Yusuf Qordhawi sebagai salah seorang tokoh Ikhwanul Muslimin menjelaskan pendidikan Islam adalah sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Dr Yusuf Qardhawi adalah salah seorang tokoh umat Islam yang sangat menonjol di zaman ini dalam ilmu pengetahuan, pemikiran, dakwah, pendidikan dan jihad, kontribusinya sangat dirasakan diseluruh belahan bumi. Hanya sedikit kaum muslimin masa kini yang tidak membaca buku-buku dari karya tulis, ceramah, dan fatwa al-Qardhawi baik yang beliau ucapkan di masjid-masjid maupun di Universitas-Universitas, ataupun lewat radio, TV, kaset, dll. Pengabdiannya untuk Islam tidak hanya terbatas pada satu sisi atau satu melon tertentu. Akfivitasnya sangat beragam dan sangat luas serta melebar kebanyak bidang dan sisi.[3]
Dengan demikian maka akan muncul sikap dan nilai-nilai yang negatif yakni lemahnya keyakinan keagamaan, sikap individualistis, materialistis, hedonistis dan sebagainya, bersamaan dengan sikap dan nilai positif, yang sudah barang tentu merupakan ancaman bagi terwujudnya cita-cita pembangunan bangsa. Karena itu, masalah yang perlu segera mandapatkan jawaban, terutama bagi para guru Pendidikan Agama Islam adalah mampukah kegiatan pendidikan agama (Islam) itu berdialog dan berinteraksi dengan perkembangan zaman modern yang ditandai dengan kemajuan iptek, dan mampukah mengatasi dampak negatif dari kemajuan tersebut.
Dalam rangka mengantisipasi berbagai persoalan diatas, maka pembelajaran pendidikan agama disekolah harus menunjukan kontribusinya. Hanya perlu disadari bahwa selama ini terdapat berbagai kritik terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah.
Menurut Mukhtar Buchori (1992) menilai. bahwa :
Kegagalan pendidikan agama disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif - valutatif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama atau dalam praktek pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi Islami.
Dengan demikian guru PAI di sekolah yang terkait langsung dengan pelaksanaan pendidikan Islam harus mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan tersebut dan untuk mengantisipasinya di perlukan adanya profil guru PAI di sekolah yang mampu menampilkan sosok kualitas personal, sosial dan proposionalisme dalam menjalankan tugasnya.[4]
Dalam hal ini, pendidikan dapat dipahami selalu membawa perubahan. Perubahan tersebut membawa pula terhadap kebutuhan yang semakin banyak dan beragam bagi setiap orang, sehingga dapat dibenarkan kalau ada yang mengatakan bahwa pendidikan mencetuskan harapan, karena harapan itu sendiri terletak pada pendidikan.
Bentuk dan isi Pendidikan Islam berubah karena tuntutan perkembangan zaman. Proses perubahan itu sendiri bukan merupakan suatu peristiwa yang lancar dan mulus tanpa perselisihan pendapat. Manakala tidak tercapai harapannya muncul kekecewaan-kekecewaan. Untuk menjelaskan perselisihan terdapat seringkali kita menjustifikasikan hadits mungkar yang tidak ada asalnya.[5]
Kajian atas pemikiran Yusuf Qardhawi, dimaksudkan sebagai upaya pencarian pemikiran alternatif bagi pengembangan pendidikan yang digali dari khasanah intelektual Islam sendiri. Hal ini sangat diperlukan mengingat dunia Islam sudah lama mengalami kemandegan dalam pengembangan berbagai bidang kehidupan, utamanya di bidang ilmu pengetahuan.
Dalam penulisan ini ada pola yang biasa dilakukan dalam membangun konsep pendidikan dunia Islam. Pertama, dengan mengkaji kembali wasiat pemikiran tokoh-tokoh pemikiran muslim masa silam, dan kedua mengadopsi konsep-konsep baru yang sudah berkembang saat ini, khususnya di Barat.
Tanpa mengabaikan kelebihan dan kekurangan masing-masing pola tersebut kajian ini menekankan pada pola pertama dengan harapan dapat mengaktualisasikan kembali ide-ide pemikiran muslim terdahulu yang sekian lama tersisih dari percaturan intelektual umat Islam.



1 Setiawan Budiutomo, terjemahan Yusuf Qardhawy, As Sunnah Sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban Diskursus Kontekstualisasi dan Aktialisasi Sunnah Nabi Saw dalam IPTEK dan Peradaban, (Jakarta: Pustaka. Al Kautsar, 2008), hal. 9
[2] Ishom Talimah, Manhaj Fiqih DR Yusuf Al Qardhawi, terjemahan Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2001), hal. 6
[3] Yusuf Al Qardhawi, Sunnah Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terjemahan Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), hal. 5
[4] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2010), hal. 93
[5] Hamdani Ihsan, Drs. H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam untuk Fakultas Tarbiyah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 61

0 komentar: