Dr. Yusuf Qardhawi
adalah merupakan salah seorang ulama' besar dan seorang tokoh Ikhwanul Muslimin
yang mengarang berbagai buku termasuk di dalamnya tentang pendidikan Islam,
beliau dilahirkan di Sifit, Turob Mesir dan dalam usianya yang masih kecil beliau
ditinggal oleh ayahandanya. Dalam dunia Islam beliau merupakan tokoh gerakan
dakwah Islam yang sudah lama dan masih tetap konsisten dengan kiprah ilmu serta
amalnya, karena beliau sangat peduli dan prihatin dengan umat Islam yang
menjadikan beliau malang melintang dengan penuh pengorbanan moril maupun
meteriil sebagai kontribusi dan komitmennya bagi umat dan dakwah Islam.[1]
Tulisan dan
karangan yang merupakan salah satu sisi sisi yang terpenting dari Yusuf
Qardhawi adalah banyak mengarang dan mengoreksi, seperti pernah diungkapkan
oleh sebagian pemikir muslim, bahwa buku-bukunya memiliki bobot ilmiah dan
berpegaruh dalam khasanah pemikiran Islam.[2]
1
|
Sejarah Islam juga
telah mengatakan berbagai bentuk pendidikan harus didasarkan atas pandangan dan
interpretasi terhadap ajarannya. Satu diantaranya ialah pendidikan Islam yang
diterapkan oleh Ikhwanul Muslimin di Mesir dan di negara-negara lainnya. Yusuf
Qordhawi sebagai salah seorang tokoh Ikhwanul Muslimin menjelaskan pendidikan
Islam adalah sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Dr Yusuf Qardhawi
adalah salah seorang tokoh umat Islam yang sangat menonjol di
zaman ini dalam ilmu pengetahuan, pemikiran, dakwah,
pendidikan dan jihad, kontribusinya sangat dirasakan diseluruh belahan bumi.
Hanya sedikit kaum muslimin masa kini yang tidak membaca buku-buku dari karya
tulis, ceramah, dan fatwa al-Qardhawi baik yang beliau ucapkan di
masjid-masjid maupun di Universitas-Universitas, ataupun
lewat radio, TV, kaset, dll. Pengabdiannya untuk Islam tidak hanya terbatas
pada satu sisi atau satu melon tertentu. Akfivitasnya sangat beragam dan sangat
luas serta melebar kebanyak bidang dan sisi.[3]
Dengan
demikian maka akan muncul sikap dan nilai-nilai yang negatif yakni lemahnya
keyakinan keagamaan, sikap individualistis, materialistis, hedonistis dan
sebagainya, bersamaan dengan sikap dan nilai positif, yang sudah barang tentu
merupakan ancaman bagi terwujudnya cita-cita pembangunan bangsa. Karena itu,
masalah yang perlu segera mandapatkan jawaban, terutama bagi para guru Pendidikan
Agama Islam adalah mampukah kegiatan pendidikan agama (Islam) itu
berdialog dan berinteraksi dengan perkembangan zaman modern yang ditandai
dengan kemajuan iptek, dan mampukah mengatasi dampak negatif dari kemajuan
tersebut.
Dalam rangka
mengantisipasi berbagai persoalan diatas, maka pembelajaran pendidikan agama
disekolah harus menunjukan kontribusinya. Hanya perlu disadari bahwa selama ini
terdapat berbagai kritik terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang
berlangsung di sekolah.
Menurut Mukhtar Buchori (1992) menilai. bahwa
:
Kegagalan pendidikan agama
disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif
semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan mengabaikan
pembinaan aspek afektif dan konatif - valutatif,
yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya
terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis
dalam kehidupan nilai agama atau dalam praktek pendidikan agama berubah menjadi
pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi Islami.
Dengan demikian
guru PAI di sekolah yang terkait langsung dengan pelaksanaan pendidikan Islam
harus mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan tersebut dan untuk
mengantisipasinya di perlukan adanya profil guru PAI di sekolah yang mampu
menampilkan sosok kualitas personal, sosial dan proposionalisme dalam
menjalankan tugasnya.[4]
Dalam hal ini,
pendidikan dapat dipahami selalu membawa perubahan. Perubahan tersebut membawa
pula terhadap kebutuhan yang semakin banyak dan beragam bagi setiap orang,
sehingga dapat dibenarkan kalau ada yang mengatakan bahwa pendidikan
mencetuskan harapan, karena harapan itu sendiri terletak pada pendidikan.
Bentuk dan isi
Pendidikan Islam berubah karena tuntutan perkembangan zaman. Proses perubahan
itu sendiri bukan merupakan suatu peristiwa yang lancar dan mulus tanpa
perselisihan pendapat. Manakala tidak tercapai harapannya muncul
kekecewaan-kekecewaan. Untuk menjelaskan perselisihan terdapat seringkali kita
menjustifikasikan hadits mungkar yang tidak ada asalnya.[5]
Kajian atas
pemikiran Yusuf Qardhawi, dimaksudkan sebagai upaya pencarian pemikiran
alternatif bagi pengembangan pendidikan yang digali dari khasanah intelektual
Islam sendiri. Hal ini sangat diperlukan mengingat dunia Islam sudah lama
mengalami kemandegan dalam pengembangan berbagai bidang kehidupan, utamanya di
bidang ilmu pengetahuan.
Dalam penulisan ini
ada pola yang biasa dilakukan dalam membangun konsep pendidikan dunia Islam.
Pertama, dengan mengkaji kembali wasiat pemikiran tokoh-tokoh pemikiran muslim
masa silam, dan kedua mengadopsi konsep-konsep baru yang sudah berkembang saat
ini, khususnya di Barat.
Tanpa mengabaikan
kelebihan dan kekurangan masing-masing pola tersebut kajian ini menekankan pada
pola pertama dengan harapan dapat mengaktualisasikan kembali ide-ide pemikiran
muslim terdahulu yang sekian lama tersisih dari percaturan intelektual umat
Islam.
[2] Ishom Talimah,
Manhaj Fiqih DR Yusuf Al Qardhawi, terjemahan
Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al
Kautsar, 2001), hal.
6
[3]
Yusuf Al Qardhawi, Sunnah Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terjemahan
Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 2001),
hal. 5
[5]
Hamdani Ihsan, Drs. H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam untuk
Fakultas Tarbiyah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2005),
hal. 61
0 komentar:
Post a Comment