Kita sepantasnya merenung dan tergugah
disaat Negara lain semakin kokoh mengibarkan identitas yang dikaitkan dengan
berbagai produk teknologi unggulan atau klub sepak bola kelas dunia. Bangsa ini
dirundung malang ,
baik oleh krisis politik, keuangan, pengangguran maupun tragedi bencana alam.
Dikalangan elit politik ( pejabat ) saling berlomba-lomba untuk berebut dan
mempertahankan kekuasaanya, sedangkan di kalangan bawah ( masyarakat ) muncul
demonstrasi dan tindakan anarkis ada disana-sini. Sejak dari pembunuhan,
pemerkosaan, pengedaran narkoba sampai pengedaran VCD porno hamper setiap hari
dapat kita saksikan pemberitaannya melalui media masa seperti: Koran, Radio,
Internet maupun Televisi. Masa mudah sekali marah dan main hakim sendiri hanya
karena masalah sepele, penonoton sepak bola misalnya, saling baku hantam bahkan sampai merusak fasilitas
umum hanya karena tim kesayangannya kalah dalam pertandingan.
Tidak mau ketinggalan kalangan elit
politik ( Pejabat ), sering kali menggunakan masa untuk mendukung agendanya,
sehingga menggeser wacana yang cerdas dan damai. Di luar masa dan elit politik,
tindakan korupsi dan nepotisme semakin subur seiring dengan seruan anti
korupsi, parahnya lagi, korupsi juga menjalar dilingkungn lembaga penegak
hukum, pendeknya, Indonesia yang oleh orang tua dan guru diceritakan sebagai
Negara yang kaya raya, religius dan ramah, kini dikenal sebagai Negara yang
anarkis, pemarah dan korup.
Jika melihat fenomena yang ada di bangsa
ini, banyak pihak seperti tidak ingin Negara atau bangsa ini selamat, banyak
pihak hanya mementingkan diri sendiri,keinginan dan kepuasan batin sendiri,
lihat saja misalnya, banyak pasar tradisional yang digusur dan digantikan
dengan supermarket, plaza atau mal. Akhirnya banyak masyarakat kecil yang
kehilangan mata pencahariandan akhirnya jatuh dalam kemiskinan. Undang-undang
perburuan kita juga dinilai terlalu banyak menguntungkan para pengusaha dan
merugikan kaum buruh. Maka tak salah kalau banyak pihak beranggapan kalau
pancasila kini sudah tinggal nama karena manfatnya sudah tidak mereka rasakan
lagi dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia merdeka tinggal wacana
saja karena kenyatannya rakyat masih menderita.
Memang sungguh ironis bangsa ini, Indonesia
sebenarnya tidak kurang apapun. Ilmu dan kitab sudah banyak, mengerti filsafat,
sekolah dan pesantren juga banyak, orang pintar bergelar doctor, professor,
insinyur jumlahnya ada jutaan. Kaya sumber daya alam. Tapi semuanya tidak dapat
merubah bangsa ini menjadi lebih baik. Sebenarnya kurang apa bangsa ini?.
Apakah ada yang salah dengan penyusunan pancasila sebagai dasar dan tujuan
Negara , ataukah pancasila sudah tidak sakti lagi sehingga sila-silanya sudah
tidak diamalkan masyarakatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila tidak dapat dibilang sakti
atau tidak sakti, kesalahan bukan pad pa yang termaktub dlam pancasila,
melainkan manusianya yang melenceng dan tidak dapat menafsirkan secara benar
nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Pancasila adalah
kata-kata sama seperti Al-Qur’an, keduanya tidak bisa bersalah, yang salah
adalah cara berfikir dan bertindak kita sebagai manusia. Ibarat kata: “
makanan enak tidak akan membuat kenyang, jika makanan tersebut tidak dimakan” maksudnya,
sebagus apapun dasar Negara yang dimiliki suatu Negara jika tidak di amalkan
masyarakatnya, tidak akan dapat merubah Negara tersebut menjadi lebih baik.
Fenomena-fenomena
yng sering kita jumpai di Negara kita sungguh tidak sesuai dengan apa yang
telah di gembar-gemborkan bangsa kita sebagai Negara demokrasi, Negara berdasar
hokum dn Negara yang berdaulat.
0 komentar:
Post a Comment